Kamis, 08 Juli 2010

Bunian (2004)

SINOPSIS

Andra adalah "anak baru" di Sydney, ia disana sebagai mahasiswa Jurnalistik. Demi kemudahan mencapai tempat barunya, Andra dibantu temannya Bimo dan pacar Bimo, Kara, untuk mencari rumah yang bagus. Di info share roommate di kampusnya, seseorang yang aneh menjatuhkan info "FLATMATE WANTED". Segeralah Andra pergi kesana sendiri, sebuah flat di daerah Pyrmont di flat nomor 1227 yang berlantai 2. 

Setelah berhasil beradaptasi dengan teman seflatnya, ia malah mulai diganggu oleh penampakan demi penampakan yang semakin lama semakin mengerikan. Sampai sebuah pencarian yang ia lakukan bersama teman-temannya berujung kepada fakta bahwa Andra dalam bahaya.


REVIEW

Bunian adalah salah satu film horor Indonesia yang pantas dimasukkan bioskop apabila dananya mencukupi karena semua tahu bujet ke Australia mahal. Dari segi setting, semuanya overall bagus. Kita bisa maklum banyak mimik yang kurang pas karena ini film debutan. Tapi lain dengan Wisnu Adi dalam film Kekasihnya, film ini lebih menjanjikan seperti The Last House on the Left dalam Wes Craven.

Dari segi ceritanya, kita banyak terkejut kalau film ini sangat Indonesia sekali. Seakan mereka menaruh Indonesia kecil didalam Sydney. Tapi plot yang terlalu "menjelaskan" membuat twist nya sangat gampang ditebak. Hanya waktu 15 menit kurang yang dibutuhkan untuk menebak twist difilm ini. Selain itu, sebagai film yang memuat twist, saya lebih suka dengan film yang tidak menebar petunjuk dan membuat kita harus menduga-duga; film ini menebar petunjuk sedari awal. Untuk adegan kengeriannya, dieksekusi dengan sangat pas. Apalagi ketika ada hantu cewek berdarah di bak mandi.

Maklum film debutan, untuk beberapa adegan dirasa sangat mengganggu sekali. Terutama saat adegan dimana Andra harus menghadapi hantu-hantu itu, lampunya mati terus. Apalagi saya menonton di Youtube, sehingga nyaris tidak kelihatan apa-apa. Mati lampunya jadi cukup sering dan harus melihat-lihat karena banyak adegan visual yang ditampilkan. Musik dirasa cukup pas. Pada beberapa adegan, orang bisa merasakan betapa intense and fright yang ditawarkan. Selain itu, (termasuk editing), benar-benar a la Indonesia sekali. Karena editing yang dirasa lambat ditambah dialog gak penting dalam cerita, durasi 85 menit bisa saja dipadukan dengan subplot lain yang lebih menarik.

Kemudian, banyak goofs seperti kematian yang aneh dan tidak sesuai, terus koran Indonesia di Sydney, dan lain-lain. Hal itu terus mengganggu hingga film berakhir. Yang bisa membuat kelemahan ini berkurang adalah akting yang dibawakan. Kendati tidak mengusung pemain handal, tapi mereka bisa bekerja sama dan membuat mereka sendiri semakin terasah dalam setiap adegannya. Terakhir, di Sydney rupanya bisa kita temui Pocong dan Kuntilanak. Sepertinya itu kurang bermutu deh, banyak kan yang bisa menjadi hantu lain, gak harus dua tipe itu. 

Untuk sebuah film debutan dengan pemain baru, film ini bagus. Tapi apabila dieksekusi dengan semua yang lebih matang, akan lebih bagus lagi.

6 of 10.

Merah Production and Theater 14 present a film by Muhammad 'Kimo' Stamboel "Bunian"
Ferryanto Tobing - Martia Susanto - Ananias Lukitoadi
screenplay by Kimo Stamboel and Virra I. Dewi
directed by Muhammad Kimo Stamboel

Rabu, 07 Juli 2010

Kekasih (2008)

SINOPSIS

Jiwo dan Maria pernah berteman saat masa kecil mereka lewat sebuah pertemuan. Namun Maria harus pindah ke Singapura untuk mengobati dirinya yang menderita kelainan hati. Delapan tahun kemudian, Jiwo dan Maria kembali bertemu di kota yang sama, Yogyakarta. Kendati banyak hal yang mulanya tidak sesuai, mereka berhasil bersatu kembali. 

Namun, rintangan banyak datang dari keluarga Maria yang merupakan keluarga priyayi. Apalagi setelah sebuah kejadian yang menyebabkan Maria koma dan membutuhkan transplantasi hati. Seperti merpati, mereka tahu dimana jalan pulang. Jalan pulang adalah jalan yang membimbing mereka untuk sampai ke 'rumah'. Dan mereka tahu, rumah mereka adalah dihati mereka sendiri, dan dihati kekasih mereka.

REVIEW

Sungguh susah menulis sinopsis film Kekasih. Film ini sungguh mempunyai latar belakang karakter yang multiple dan kuat. Sinopsis malah mengambang bagaikan sebuah kapal ditengah ombak lautan yang berbuih. Tuh kan, mulai lagi deh bahasa majas yang nggak banget.

Kekasih adalah film debut buatan Wisnu Adi. Membawa elemen standar yang termasuk cewek cowok dipisahkan waktu dan orang. Kemudian mereka juga harus dipisahkan kematian. Kendati dari segi plot utama hampir sama dengan Heart, tapi percayalah, film ini lebih bagus dari itu. Ceritanya sendiri simpel. Hanya tentang dua orang manusia yang menjalin cinta, dan dihalangi berbagai kendala. Semuanya terjalin secara 'a la kebetulan' dan pintar. Wisnu Adi membuat kita rela untuk mendalami apa yang terjadi kepada Jiwo dan Maria. Thoersi Argeswara menunjukkan performance nya seperti biasa. Untuk sinematografi, semuanya biasa dan tidak ada yang berniat untuk mengeksploitasi keindahan Yogyakarta secara berlebihan. Semuanya dipakai secara pantas dan wajar. Dalam bidang editing, W. Ichwandiardono lebih sering menggunakan dissolving untuk mengubah dari satu adegan ke adegan yang lain. 

Kru yang diatas rata-rata, malah muncul dalam akting. Akting yang dibawakan Angga Dwisaputra dan Vonny Kristianda, walaupun mempunyai chemistry, tetapi tidak menunjukkan kualitas akting yang baik. Mereka seperti jebolan casting  yang hanya beruntung saja, dan berakhir dengan menunjukkan mimik dan dialog yang tidak pas. Semua tahu, hanya beberapa orang yang bisa membuat orang terpukau atau menyimak saat ia melantunkan puisi. Celakanya, puisi inilah yang menjadi kelemahan utama karakter dalam film ini. (Lebih celakanya lagi, puisi menjadi salah satu tema). Dialog yang tidak membumi tidak didukung dengan setting yang sangat membumi. Di Biola Tak Berdawai, tokoh Mbak Wid yang diperankan Jajang C. Noer selalu membuat kita geli karena tokohnya yang tidak membumi. Tapi, didukung setting yang pas, ia bisa membuat buminya sendiri dan menapakinya. Sedangkan, film Kekasih justru mengira dengan Yogyakarta sebagai setting, bisa menjadi tempat yang romantis sehingga pas untuk dibuat tempat syuting film drama. Seharusnya Nicholas & Dian mau ambil proyek disini.

Tokoh-tokoh lain, menunjukkan kualitas akting yang prima walau sudah belasan tahun hidup dalam produksi untuk TV. Mereka rupanya sering memanfaatkan saat di TV untuk melatih diri mereka menjadi pelakon akting berkualitas. Kedua tokoh utama  (yang diberikan dialog berlebihan dengan dosis berlebihan juga) sukses tenggelam dalam binar akting pemain lain. Apabila kedua orang itu menunjukkan kekuatan akting yang bagus dan menarik, saya yakin mereka bisa menjadi The next Nicholas and Dian. Mereka akan menjadikan film ini fenomenal dan akan sering disebut. Namun mereka menjadi pemicu utama gagalnya film ini. Dan satu catatan, poster film ini sangat mengundang secara common eye dan walaupun eye catching, isinya tidak bisa disamakan.

5 of 10

Kamis, 01 Juli 2010

18+ (2010)

SINOPSIS

Raka (Samuel Sylgwyn) dan Topan (Adipati Koesmadji) adalah dua sahabat yang berlatar belakang berbeda. Raka mempunyai seorang ibu dan diam-diam berhubungan dengan kakaknya Bella yang berprofesi sebagai simpanan. Sementara Topan mempunyai seorang ibu bernama Retno (Wulan Guritno) yang kerap bermasturbasi karena kesepian.

Kehidupan cinta Raka dan Topan diekspresikan dengan begitu bebas alias suka-suka mereka. Raka berpacaran dengan Helen (Leylarey Lesesne), sahabat Chanisa (Stevani Nepa) yang merupakan pacar Topan. Konflik mulai datang saat Raka dan Topan mencoba membayar biaya perawatan Chanisa yang terkena kanker paru-paru. Sebuah geng rentenir yang dipinjami uang tidak sabaran dan memperkosa Helen. Apakah yang akan mereka selanjutnya? Apa hubungan semua cerita ini dengan judul 18+?

REVIEW

Nayato Fio Nuala memulai tahun ini dengan besutan terbarunya yang berjudul 18+ yang terbilang kontroversial secara judul dan materi yang dicoba ditawarkan. Bahkan coba liat posternya! Menggelikan dan tidak ada art sama sekali. Seakan digunakan untuk membuat orang penasaran (baca:bergairah) dan menonton film ini. Namun sudah bawaan untuk menulis karya-karya orang Indonesia (mengesampingkan fakta bahwa pendiri Starvision Plus adalah orang India), maka saya tonton saja. 

Film dibuka dengan opening credits yang membuat fake scene tentang adegan yang dimainkan Topan dan Chanisa. Dari situ semua orang akan merasakan bahwa Wah!!! Baru pertamanya aja udah parah, gimana lanjutinnya? Tapi...boleh dicoba juga tuh . Dari situ, Nayato selama beberapa belas menit, mencoba untuk tidak membuat flash editing yang biasa ia buat dengan POV kamera entah dari sudut mana. Ia membuat pergerakan kamera yang biasa. Namun sampai di adegan kampus, mulai deh Nayato yang memang menjadi DOP resmi untuk film ini (setelah sebelumnya pake nama samaran) mulai menunjukkan tajinya secara berlebihan dan keseringan. Tidak ada harapan bagi saya sebenarnya, tapi just make it flow sementara menulis rangkuman cerita yang ternyata dari tadi masih satu paragraf saking pendeknya plot yang ditawarkan, padahal penulisnya sendiri ada 3! Yakni Eka Dimitri Sitorus (Ekskul), Ery Sofid (Hantu Perawan Jeruk Purut), dan Viva Westi (Suster N). Tidak disangka masih sebanyak itu untuk ide cerita yang sedikit.

Cerita yang belum bisa menunjukkan bahwa ia lagi mengusung plot yang dibawa dari sinopsis, adalah kelemahan terbesar dalam film ini. Ketika sebuah film mencoba bercerita baik secara visual ataupun keduanya, mereka harus yakin bahwa baik secara jelas ataupun implikasi, film tetap bisa bercerita. Namun film ini dengan bodohnya memasukkan belasan subplot. Subplot yang mesti disisihkan dan dibuang. Itupun belum termasuk adegan reklame neon (entah merek/toko apaan) yang berkali-kali muncul didalam film  ini. Nayato mencoba membuat film ini sangat art seperti yang ia lakukan di Cinta Pertama dan The Butterfly. Sayangnya yang ada malah melodrama yang menjadi terlalu mengalir dan tidak nyambung.

Akting yang paling bagus adalah dari Arumi Bachsin dan Wulan Guritno. Arumi memerankan tokohnya dengan apik (tapi endingnya terseok-seok) sementara Wulan sebagai Retno menunjukkan wajahnya yang gamang dan ekspresinya yang datar. Tapi cerita menginginkan hal seperti itu. Keempat yang menjadi awal? Tidak bagus dan hanya menjual muka mereka yang cantik dan tampan. Lebih baik mereka bersekolah lagi ke Eka dan mengguyur wajah mereka dengan air keras hingga mereka bisa tahu bagaimana cara berakting yang benar.

3 of 10

Starvision Plus presents a film by Nayato Fio Nuala"18+" sponsor Clas Movie
Adipati - Samuel Zylgwyn - Leylarey Lesesne - Stevani Nepa - Wulan Guritno - Arumi Bachsin - Arie S.
music Tya Subiyakto d.o.p Nayato Fio Nuala editor Tiara Puspa Rani producer Chand Parwez Servia
screenplay Eka Dimitri Sitorus Ery Sofid Viva Westi director Nayato Fio Nuala