Kamis, 08 Juli 2010

Bunian (2004)

SINOPSIS

Andra adalah "anak baru" di Sydney, ia disana sebagai mahasiswa Jurnalistik. Demi kemudahan mencapai tempat barunya, Andra dibantu temannya Bimo dan pacar Bimo, Kara, untuk mencari rumah yang bagus. Di info share roommate di kampusnya, seseorang yang aneh menjatuhkan info "FLATMATE WANTED". Segeralah Andra pergi kesana sendiri, sebuah flat di daerah Pyrmont di flat nomor 1227 yang berlantai 2. 

Setelah berhasil beradaptasi dengan teman seflatnya, ia malah mulai diganggu oleh penampakan demi penampakan yang semakin lama semakin mengerikan. Sampai sebuah pencarian yang ia lakukan bersama teman-temannya berujung kepada fakta bahwa Andra dalam bahaya.


REVIEW

Bunian adalah salah satu film horor Indonesia yang pantas dimasukkan bioskop apabila dananya mencukupi karena semua tahu bujet ke Australia mahal. Dari segi setting, semuanya overall bagus. Kita bisa maklum banyak mimik yang kurang pas karena ini film debutan. Tapi lain dengan Wisnu Adi dalam film Kekasihnya, film ini lebih menjanjikan seperti The Last House on the Left dalam Wes Craven.

Dari segi ceritanya, kita banyak terkejut kalau film ini sangat Indonesia sekali. Seakan mereka menaruh Indonesia kecil didalam Sydney. Tapi plot yang terlalu "menjelaskan" membuat twist nya sangat gampang ditebak. Hanya waktu 15 menit kurang yang dibutuhkan untuk menebak twist difilm ini. Selain itu, sebagai film yang memuat twist, saya lebih suka dengan film yang tidak menebar petunjuk dan membuat kita harus menduga-duga; film ini menebar petunjuk sedari awal. Untuk adegan kengeriannya, dieksekusi dengan sangat pas. Apalagi ketika ada hantu cewek berdarah di bak mandi.

Maklum film debutan, untuk beberapa adegan dirasa sangat mengganggu sekali. Terutama saat adegan dimana Andra harus menghadapi hantu-hantu itu, lampunya mati terus. Apalagi saya menonton di Youtube, sehingga nyaris tidak kelihatan apa-apa. Mati lampunya jadi cukup sering dan harus melihat-lihat karena banyak adegan visual yang ditampilkan. Musik dirasa cukup pas. Pada beberapa adegan, orang bisa merasakan betapa intense and fright yang ditawarkan. Selain itu, (termasuk editing), benar-benar a la Indonesia sekali. Karena editing yang dirasa lambat ditambah dialog gak penting dalam cerita, durasi 85 menit bisa saja dipadukan dengan subplot lain yang lebih menarik.

Kemudian, banyak goofs seperti kematian yang aneh dan tidak sesuai, terus koran Indonesia di Sydney, dan lain-lain. Hal itu terus mengganggu hingga film berakhir. Yang bisa membuat kelemahan ini berkurang adalah akting yang dibawakan. Kendati tidak mengusung pemain handal, tapi mereka bisa bekerja sama dan membuat mereka sendiri semakin terasah dalam setiap adegannya. Terakhir, di Sydney rupanya bisa kita temui Pocong dan Kuntilanak. Sepertinya itu kurang bermutu deh, banyak kan yang bisa menjadi hantu lain, gak harus dua tipe itu. 

Untuk sebuah film debutan dengan pemain baru, film ini bagus. Tapi apabila dieksekusi dengan semua yang lebih matang, akan lebih bagus lagi.

6 of 10.

Merah Production and Theater 14 present a film by Muhammad 'Kimo' Stamboel "Bunian"
Ferryanto Tobing - Martia Susanto - Ananias Lukitoadi
screenplay by Kimo Stamboel and Virra I. Dewi
directed by Muhammad Kimo Stamboel

Rabu, 07 Juli 2010

Kekasih (2008)

SINOPSIS

Jiwo dan Maria pernah berteman saat masa kecil mereka lewat sebuah pertemuan. Namun Maria harus pindah ke Singapura untuk mengobati dirinya yang menderita kelainan hati. Delapan tahun kemudian, Jiwo dan Maria kembali bertemu di kota yang sama, Yogyakarta. Kendati banyak hal yang mulanya tidak sesuai, mereka berhasil bersatu kembali. 

Namun, rintangan banyak datang dari keluarga Maria yang merupakan keluarga priyayi. Apalagi setelah sebuah kejadian yang menyebabkan Maria koma dan membutuhkan transplantasi hati. Seperti merpati, mereka tahu dimana jalan pulang. Jalan pulang adalah jalan yang membimbing mereka untuk sampai ke 'rumah'. Dan mereka tahu, rumah mereka adalah dihati mereka sendiri, dan dihati kekasih mereka.

REVIEW

Sungguh susah menulis sinopsis film Kekasih. Film ini sungguh mempunyai latar belakang karakter yang multiple dan kuat. Sinopsis malah mengambang bagaikan sebuah kapal ditengah ombak lautan yang berbuih. Tuh kan, mulai lagi deh bahasa majas yang nggak banget.

Kekasih adalah film debut buatan Wisnu Adi. Membawa elemen standar yang termasuk cewek cowok dipisahkan waktu dan orang. Kemudian mereka juga harus dipisahkan kematian. Kendati dari segi plot utama hampir sama dengan Heart, tapi percayalah, film ini lebih bagus dari itu. Ceritanya sendiri simpel. Hanya tentang dua orang manusia yang menjalin cinta, dan dihalangi berbagai kendala. Semuanya terjalin secara 'a la kebetulan' dan pintar. Wisnu Adi membuat kita rela untuk mendalami apa yang terjadi kepada Jiwo dan Maria. Thoersi Argeswara menunjukkan performance nya seperti biasa. Untuk sinematografi, semuanya biasa dan tidak ada yang berniat untuk mengeksploitasi keindahan Yogyakarta secara berlebihan. Semuanya dipakai secara pantas dan wajar. Dalam bidang editing, W. Ichwandiardono lebih sering menggunakan dissolving untuk mengubah dari satu adegan ke adegan yang lain. 

Kru yang diatas rata-rata, malah muncul dalam akting. Akting yang dibawakan Angga Dwisaputra dan Vonny Kristianda, walaupun mempunyai chemistry, tetapi tidak menunjukkan kualitas akting yang baik. Mereka seperti jebolan casting  yang hanya beruntung saja, dan berakhir dengan menunjukkan mimik dan dialog yang tidak pas. Semua tahu, hanya beberapa orang yang bisa membuat orang terpukau atau menyimak saat ia melantunkan puisi. Celakanya, puisi inilah yang menjadi kelemahan utama karakter dalam film ini. (Lebih celakanya lagi, puisi menjadi salah satu tema). Dialog yang tidak membumi tidak didukung dengan setting yang sangat membumi. Di Biola Tak Berdawai, tokoh Mbak Wid yang diperankan Jajang C. Noer selalu membuat kita geli karena tokohnya yang tidak membumi. Tapi, didukung setting yang pas, ia bisa membuat buminya sendiri dan menapakinya. Sedangkan, film Kekasih justru mengira dengan Yogyakarta sebagai setting, bisa menjadi tempat yang romantis sehingga pas untuk dibuat tempat syuting film drama. Seharusnya Nicholas & Dian mau ambil proyek disini.

Tokoh-tokoh lain, menunjukkan kualitas akting yang prima walau sudah belasan tahun hidup dalam produksi untuk TV. Mereka rupanya sering memanfaatkan saat di TV untuk melatih diri mereka menjadi pelakon akting berkualitas. Kedua tokoh utama  (yang diberikan dialog berlebihan dengan dosis berlebihan juga) sukses tenggelam dalam binar akting pemain lain. Apabila kedua orang itu menunjukkan kekuatan akting yang bagus dan menarik, saya yakin mereka bisa menjadi The next Nicholas and Dian. Mereka akan menjadikan film ini fenomenal dan akan sering disebut. Namun mereka menjadi pemicu utama gagalnya film ini. Dan satu catatan, poster film ini sangat mengundang secara common eye dan walaupun eye catching, isinya tidak bisa disamakan.

5 of 10

Kamis, 01 Juli 2010

18+ (2010)

SINOPSIS

Raka (Samuel Sylgwyn) dan Topan (Adipati Koesmadji) adalah dua sahabat yang berlatar belakang berbeda. Raka mempunyai seorang ibu dan diam-diam berhubungan dengan kakaknya Bella yang berprofesi sebagai simpanan. Sementara Topan mempunyai seorang ibu bernama Retno (Wulan Guritno) yang kerap bermasturbasi karena kesepian.

Kehidupan cinta Raka dan Topan diekspresikan dengan begitu bebas alias suka-suka mereka. Raka berpacaran dengan Helen (Leylarey Lesesne), sahabat Chanisa (Stevani Nepa) yang merupakan pacar Topan. Konflik mulai datang saat Raka dan Topan mencoba membayar biaya perawatan Chanisa yang terkena kanker paru-paru. Sebuah geng rentenir yang dipinjami uang tidak sabaran dan memperkosa Helen. Apakah yang akan mereka selanjutnya? Apa hubungan semua cerita ini dengan judul 18+?

REVIEW

Nayato Fio Nuala memulai tahun ini dengan besutan terbarunya yang berjudul 18+ yang terbilang kontroversial secara judul dan materi yang dicoba ditawarkan. Bahkan coba liat posternya! Menggelikan dan tidak ada art sama sekali. Seakan digunakan untuk membuat orang penasaran (baca:bergairah) dan menonton film ini. Namun sudah bawaan untuk menulis karya-karya orang Indonesia (mengesampingkan fakta bahwa pendiri Starvision Plus adalah orang India), maka saya tonton saja. 

Film dibuka dengan opening credits yang membuat fake scene tentang adegan yang dimainkan Topan dan Chanisa. Dari situ semua orang akan merasakan bahwa Wah!!! Baru pertamanya aja udah parah, gimana lanjutinnya? Tapi...boleh dicoba juga tuh . Dari situ, Nayato selama beberapa belas menit, mencoba untuk tidak membuat flash editing yang biasa ia buat dengan POV kamera entah dari sudut mana. Ia membuat pergerakan kamera yang biasa. Namun sampai di adegan kampus, mulai deh Nayato yang memang menjadi DOP resmi untuk film ini (setelah sebelumnya pake nama samaran) mulai menunjukkan tajinya secara berlebihan dan keseringan. Tidak ada harapan bagi saya sebenarnya, tapi just make it flow sementara menulis rangkuman cerita yang ternyata dari tadi masih satu paragraf saking pendeknya plot yang ditawarkan, padahal penulisnya sendiri ada 3! Yakni Eka Dimitri Sitorus (Ekskul), Ery Sofid (Hantu Perawan Jeruk Purut), dan Viva Westi (Suster N). Tidak disangka masih sebanyak itu untuk ide cerita yang sedikit.

Cerita yang belum bisa menunjukkan bahwa ia lagi mengusung plot yang dibawa dari sinopsis, adalah kelemahan terbesar dalam film ini. Ketika sebuah film mencoba bercerita baik secara visual ataupun keduanya, mereka harus yakin bahwa baik secara jelas ataupun implikasi, film tetap bisa bercerita. Namun film ini dengan bodohnya memasukkan belasan subplot. Subplot yang mesti disisihkan dan dibuang. Itupun belum termasuk adegan reklame neon (entah merek/toko apaan) yang berkali-kali muncul didalam film  ini. Nayato mencoba membuat film ini sangat art seperti yang ia lakukan di Cinta Pertama dan The Butterfly. Sayangnya yang ada malah melodrama yang menjadi terlalu mengalir dan tidak nyambung.

Akting yang paling bagus adalah dari Arumi Bachsin dan Wulan Guritno. Arumi memerankan tokohnya dengan apik (tapi endingnya terseok-seok) sementara Wulan sebagai Retno menunjukkan wajahnya yang gamang dan ekspresinya yang datar. Tapi cerita menginginkan hal seperti itu. Keempat yang menjadi awal? Tidak bagus dan hanya menjual muka mereka yang cantik dan tampan. Lebih baik mereka bersekolah lagi ke Eka dan mengguyur wajah mereka dengan air keras hingga mereka bisa tahu bagaimana cara berakting yang benar.

3 of 10

Starvision Plus presents a film by Nayato Fio Nuala"18+" sponsor Clas Movie
Adipati - Samuel Zylgwyn - Leylarey Lesesne - Stevani Nepa - Wulan Guritno - Arumi Bachsin - Arie S.
music Tya Subiyakto d.o.p Nayato Fio Nuala editor Tiara Puspa Rani producer Chand Parwez Servia
screenplay Eka Dimitri Sitorus Ery Sofid Viva Westi director Nayato Fio Nuala

Rabu, 30 Juni 2010

Lewat Tengah Malam (2007)

SINOPSIS

Tujuh hari ini Alice (Joanna Alexandra) mengalami kejadian aneh di apartemen yang baru ia tempati bersama ibunya Tara (Catherine Wilson). Tara tidak memercayai Alice, juga menyembunyikan fakta bahwa dirinya mengalami delusi pikiran akibat kanker otak, yang membuatnya melihat hal-hal aneh juga. Suami Tara, Yuga (Krisna Murti) masuk ke rumah sakit jiwa karena diteror oleh hantu wanita. Teman Alice, Ramon (Andhika Pratama) berusaha menjelaskan keadaan Alice yang sebenarnya lewat sebuah buku harian. Apakah isi buku harian itu? Siapakah peneror mereka?

REVIEW

Kalo boleh percaya, sinopsis yang ditulis diatas itu adalah buatan saya yang menggunting seratus persen sinopsis aslinya yang spoiler berat. Sinopsis aslinya sih pengen kelihatan pinter, mempertaruhkan twist yang dibuat dan mencoba menawarkan modus film berjalan dengan plot lain. Namun, sepertinya orang-orang ini mulai gablek dan percaya deh, ini adalah salah satu film horor terburuk, bahkan dalam lingkungan film buruk Nayato sendiri... (Kali ini ia pakai nama Koya Pagayo).

Dalam semua industri film, kebanyakan yang serius, bisa membuat orang-orang tersedot kedalamnya. Apabila orang-orang itu menyukai film yang biasa, maka alur cerita yang lambat akan membuat mereka tersedot oleh karakter yang dibuat, tentu dengan dukungan akting yang mumpuni. Lalu, seperti di film The Sixth Sense alur yang lambat menjadi cepat dan menuturkan twist. Setelah twist, dijamin lebih dari 50% penonton yang menganggap semua hal sebelumnya garing, menjadi sangat bagus. Itulah kegunaan twist, mentwist alur cerita dan persepsi orang. 

Maxima Pictures jelas sangat pede saat merilis film Nayato yang berkolaborasi (lagi) dengan Dimas Aji setelah kolaborasi mereka yang apik dalam Cinta Pertama. Film ini ANCUR banget. Menonton di Youtube, hampir semua part saya percepat (tentunya tidak untuk several first parts) dan menemukan fakta yang menggelikan, bahwa tidak ada yang perlu saya ulang sama sekali dari part yang dipercepat. Saya bisa bayangkan bagaimana menonton di bioskop. Pasti sangat membosankan. Hal itu ditambah akting yang buruk dan remuk. Catherine Wilson berperan sebagai ibu muda yang tegas kepada anaknya; Joanna Alexandra, yang menampilkan 'ketegasan'nya hanya dengan bersuara serak dan tinggi. Si Alice juga cuma bisanya bilang "tapi Ma..." doang dan itupun langsung dipotong. Sebenarnya si Alice ini bisa ngelawan (bolos enem hari aja bisa luh) Mamanya dengan bilang "tapi Ma...Matirodong lu ye!" dan all stuff like that. Intinya, Joanna Alexandra mempunyai mimik dan pace yang pas untuk film ini. Sayangnya sebagai tokoh sentral yang ternyata ia mati, ia terlalu menunjukkan kegirangannya. 

Departemen pendukung masih Nayato banget. Dimana-mana gelap dan berantakan. Sampai saya harus memiringkan monitor agar semua set jelas terlihat. Yang lebih menyedihkan adalah dari departemen sinematografi dan editing yang masih membuat flash and slow editing yang sangat Nayato. Bisa dibilang kalau jadi Nayato, ia akan puas karena berhasil merayu produser untuk membuat film tak berisi seperti ini. Anda bahkan bisa membuat film berdurasi 20 menit dengan memasukkan semua unsur disini (kecuali subplot dan penampakan yang gak penting). Musik masih standard lah, tahu aja. Teguh Pribadi soalnya. 

Semua aspek di film ini sebenarnya berusaha menampilkan yang terbaik dengan mengusung skenario dengan twist didalamnya. Namun, terjadi marketing yang salah dan membuat sinopsis spoiler itu diedarkan ke media. Otomatis, orang-orang yang menonton film ini akan merasa garing. Selanjutnya, Nayato tidak menyadari bahwa ia mengemban sebuah film yang berat karena sesuatu bernama ending yang cocok harus dibuat sebagus mungkin. Padahal nyatanya ia hanya membuat sebagaimana yang biasa ia buat tanpa ada inovasi sama sekali.

Judul awalnya, Alice Tidak Tinggal Disini Lagi yang diganti Lewat Tengah Malam jelas adalah ide yang tepat. Karena judul Lewat Tengah Malam membuat film ini marketable dan membuat penasaran. Itu adalah satu dari sedikit pilihan tepat yang dibuat para pembuat film ini. 

2 of 10

Senin, 28 Juni 2010

Malam Jumat Kliwon (2007)



SINOPSIS (bukan mempersingkat tp memang singkat)

Dhika (Ben Joshua), Ramon (Robertino), Sheila (Gracia Indri), dan Sheila (Debby Kristi) adalah empat teman yang baru saja selesai clubbing pada Malam Jumat Kliwon. Mereka terjerat sebuah razia narkoba dan segera kabur dari cegatan polisi, membuat mobil mereka berjalan tak tentu arah ke sebuah jalan yang sepi.

Di jalan itu, mereka akhirnya memutuskan untuk pergi ke sebuah gedung yang ternyata rumah sakit. Mereka bertemu seseorang yang juga mengalami nasib sama seperti mereka...terkungkung di rumah sakit bersama para setan yang lama kelamaan merasuki tubuh dan membuat mereka harus membunuh satu-sama lain. 

Apakah yang sebenarnya terjadi? Jangan-jangan ini ada hubungannya dengan....MALAM JUMAT KLIWON!? (hiyyyy...)


REVIEW

Film Malam Jumat Kliwon adalah salah satu film horor dengan publikasi yang sangat digembar-gemborkan oleh produsernya (Shanker). Bahkan kebodohan film ini langsung bisa dilihat dari poster diatas. Lihatlah sisi bawah poster! Anda akan melihat tulisan jijay (dan bodoh disaat yang sama) yang bertuliskan "From the best Horror Director and Producer". Belum cukup? Saya beritahu, kuntilanak berwajah tolol di atas para cast itu TIDAK PERNAH terlihat sepanjang film berlangsung. Terus, film ini berusaha 'mempermahal' diri dengan memberikan baju untuk Daffy Ariaga, Robertino, dan Ben Joshua yang lebih keren dan mahal ketimbang di aslinya. Masak ke rumah sakit malem-malem pake jacket bulu???

Itu baru posternya. Kini saksikan trailernya. Trailer tidak perlu diutarakan panjng lebar. Tahulah, hasil Koya Pagayo. Penuh dengan editing super cepat dan tidak jelas. Anda malah ngantuk karena trailer tidak memberikan kesan seram. Tapi bodoh. Belum lagi ditambah adegan-adegan yang membuat anda mengernyit. Masih ingat saat ada live review dari para penonton artis seusai film ini. Mereka semua berkata filmnya seram. APAAN TUH? 

Setelah mulai menonton di Youtube, saya menyadari bahwa part 1 dan part 2 menerangkan sinopsisnya secara cepat dan tidak bermutu. Adegan-adegan itu diberikan agar penonton ngeh kalau mereka berada dalam situasi semacam itu. Yahhh, bisa dibilang membegokan penontonlah. Lalu, durasi mulai diisi dengan penampakan hantu yang enggak banget. Hantunya juga bisa dibilang beraneka ragam, hingga saking seringnya, kita sampai ngantuk karena penampakan itu sangat sekilas dan tidak mengagetkan. Dan lagi, didalam dialog di gedung tempat mereka bertemu hantu, berkali-kali statement untuk keadaan diberikan. Lalu, dialog subplot yang boring banget, ngebuat filmnya tambah aneh. Kita diberikan sebuah ultimatum bahwa kita harus ngerti kalau mereka lagi dalam on survival. Dan biasanya dalam rangka menyelamatkan diri, ego manusia itu harus dibuang sejauh-jauhnya. Karena satu-satunya fokus di dalam survival adalah untuk stay alive

Kebodohan seakan belum cukup, film mulai diisi tempat-tempat yang disinari cahaya yang begitu jelas dan tampak aneh. Sesudah itu, adegan Vina yang mengalami asma serasa tempelan sekali, kita tahu orang asma tidak diperbolehkan untuk menemui hal-hal yang bisa memacu jantungnya dengan sangat cepat, dan orang asma yang menghalau mobil ngebut adalah orang yang ingin cepat mati. Saya menyadari saya belum menceritakan poin menggelitik ini. Ini terjadi saat saya sedang mencari trailer film ini di Internet, saya tentu bertemu dengan puluhan sinopsis film ini dalam berbagai dimensi karakter penulis. Dan kesemuanya menuliskan dua hal, film ini berlatar di penginapan atau di rumah sakit. Jelas-jelas rumah sakit, tapi nanti dulu, sinopsis film ini sendiri bercabang dua, ada yang mengatakan bahwa itu penginapan, ada yang bilang rumah sakit...absurd...
Nayato Fio Nuala atau Koya Pagayo dalam film ini, sangat senang karena produser yang selalu mengeloni film-film dia yang memang minim budget itu, mengabulkan film ini. Semua kru utama dalam film ini adalah himpunan dari kru yang biasa Nayato pakai. DOP pasti kalau nggak Dimas Aji pasti Dharma You. Musik pasti Teguh Pribadi. Art Director pasti kalau nggak Koesnadi WS pasti Arfi Bella. Editing? Tentu saja Azis Natandra (di HJP pake nama Krishnatandra dan sekarang Nayato pake editornya namanya Tanti Puspa Rani atau semacamnya) . Karena sudah diamini, tentu saja semuanya berlanjut terus.... Musik ancur, sinematografi enggak peduli sama cahaya. Mengirit opening credits dan durasi... FILM INI ADALAH DOSA! 

Satu titik positif yang bisa dilihat adalah adegan yang dimainkan Robertino, itupun nggak terlalu dan tenggelam oleh keburukan akting Ben Joshua. Debby Kristi terlihat terlalu kolokan, lebay banget. Gracia Indri wajar2 aja, tapi dia tidak melakoninya dengan serius. Banyak sekali goofs yang ada di rumah sakit tersebut dari segala sisi....FILM INI KURANG AJAR!

Malam Jumat Kliwon berakhir dengan Gracia Indri dan Debby Kristi yang berhasil keluar, tapi kan seharusnya udah bebas, tiba-tiba suster ngesot menerjang mereka. Ada banyak lagi suster ngesotnya. Nggak masuk diakal. Seakan semua kematian tidak seperti itu. Terus apa artinya kematian para suster yang diawal film mati tercekik? Ada kumpulan suster ngesot yang terlalu banyak. Duh, pokoknya tidak masuk akal semua deh film ini. Film ini adalah salah satu film yang harus anda hindari dari kehidupan anda kalau mau bebassss...

0,3 of 5

Rabu, 23 Juni 2010

Berbagi Suami (2006)

Emang udah zamannya nonton dan review ulang... Termasuk film ini yang emang udah sering ditonton baik dari VCD maupun TV selama berkali-kali. Mana di Youtube ngadat lagi loading nya.

SINOPSIS

Salma (Jajang C. Noer) adalah perempuan yang menerima poligami yang dilakukan suaminya H. Ali Rohim (El Manik) yang punya dua istri lain, (Atiqah Hasiholan dan Nungki Kusumastuti). Kelangsungan poligami ini ia pertahankan demi anaknya Nadin (Winky Wiryawan) yang malah menjadi penentang poligami.  Siti (Shanty) adalah gadis Jawa yang dibawa ke Jakarta oleh Pak Lik (Lukman Sardi)nya. Ternyata ia malah dipersunting oleh Pak Lik yang punya dua istri  (Ria Irawan dan Rieke Diah Pitaloka) dan anak segudang. Apalagi kondisi mereka pas-pasan. Ming (Dominique) adalah gadis yang ingin menjadi bintang film dan kini menjadi waitress di sebuah restoran bebek milik Koh Abun. Koh Abun menjadikan Ming istri simpanan, dan Ming harus melakukan sesuatu demi menjadikan cita-citanya sebagai aktris kesampaian.

REVIEW

Film-film yang disutradarai oleh Nia Dinata adalah film perempuan yang tragikomedi dan satire. Mulai dari Arisan! hingga Perempuan Punya Cerita semuanya sebenarnya mengetengahkan kehidupan perempuan disebuah panggung kehidupan yang sulit baginya. Film Berbagi Suami adalah film serius paling fun yang pernah ditonton oleh masyarakat Indonesia. Sebagai seorang laki-laki, kita yang menonton film ini jadi merasa risih karena merasa telah 'menjahati perempuan'. Hal yang sama bisa kita lihat di Perempuan Punya Cerita dimana tokoh-tokoh utama wanita yang menjadi alur utama mendapatkan ketidak adilan oleh para lelaki.

Sejak film dimulai, kita didudukkan langsung pada kursi masalah, yakni tokoh Ali Rohim yang menikahi 2  wanita yang ia temui. Jajang C. Noer memainkan tokoh Salma dengan ekspresi yang tepat. Natural dan tidak berlebihan, membuat alur yang memang diciptakan Nia untuknya benar-benar dimiliki. Salute untuk Nia juga yang menghidupkan opening credits dengan balutan lagu Bengawan Solo yang dinyanyikan Ikke Nurjanah. Semua aspek satir yang ada di sekuens Salma, benar-benar ditonjolkan akting pemerannya yang tidak berlebihan. Well, mungkin beberapa. Tapi sekuens Salma berjalan dengan baik, anda akan tertarik hingga sekuens selesai.

Sekuens kedua adalah yang paling "lucu" menurut saya dari ketiga cerita. Siti yang diperankan oleh Shanty benar-benar membuat dirinya sangat dicintai, I love Shanty! Dia benar-benar menghayati perannya dengan gemilang. Sejak film inilah, Shanty dikredit oleh para sutradara film serius untuk menjadi tokoh utama. Melihat kondisi rumah Pak Lik yang dijubeli banyak anak (tapi nyaman) membuat sebuah kondisi dan dialog yang membuat kita berekspetasi terus-menerus disetiap penambahan plot. Sekuens inilah yang paling 'natural' menurut saya karena akting yang (padahal) hanya dibawakan empat orang, menjadi tidak membosankan. Dan, sekali lagi, salahkan Shanty karena bagusnya sekuens ini. Anda akan merasakan tone yang diberikan Nia ke film ini, dan memberikan sedikit tone jaman doeloe agar kesenjangan sosial yang dialami para pemain tampak lebih nyata.

Saya kurang menyukai adegan Dominique dan Tio Pakusadewo. Dominique bagai seorang bitch dan dia tahu hal itu. Tapi Ming menjadi tokoh yang menghubungkan semuanya. Sudah sampai disitu, karena sekuens ini sekuens terbasi.

Musik yang dipandu trio Aghi Narottama, Bemby Gusti, dan Ramondo Gascaro benar-benar memanjakan telinga. Coba punya CD soundtracknya... Semua adegan benar-benar cocok dengan musiknya. Dan itu menambah kenikmatan menonton yang sudah dibuat bagus dari akting jempolan dan dialog-dialognya.

Overall, film ini bagus SEKALI!! Ada kelemahan? ada, tapi saya benar-benar menyukainya.

5 of 5

Selasa, 22 Juni 2010

Coming Soon (2008)


Film Coming Soon dengan sangat disayangkan adalah, disetiap promosinya, propaganda selalu muncul dan  membuat saya melupakan nama sutradaranya. Film ini digembor-gemborkan oleh GTH (production house  yang katanya tersukses di Thailand dan penelur film2 Thai yang bagus)bahwa ditulis dan disutradarai oleh co-writer dari film horror Thai sukses, yaitu Shutter dan Alone yang semuanya ditulis dan disutradarai dua sohib Banjong Pisanthanakun dan Parkpoom Wongpoom. Sang sutradara (yang saya cek di Google dulu) yang bernama Sopon Sukdapisit. Namanya punya kesusahan nulis yang sama kayak aktris Marsha Wattanapanich (Alone, Phobia 2).

Sebenernya orang-orang gak keberatan untuk menonton sebuah satire movie dari Thailand, karena industri horror disana lebih maju yang didukung post-productionnya sendiri yang bisa dilakukan di negaranya sendiri, gak kayak film Indo yang selalu minta bantuan dari Singapore, Thailand, dan HK. Dan type horor ini jarang dilakukan di Thai karena seringnya horor disana yang terlalu serius. So, anggaplah ini sebagai Scream versi hantunya Asia. Ini sebuah inovasi horor di perfilman asia tenggara.

COMING SOON menceritakan kehidupan seorang pegawai bioskop bernama Shane yang baru saja sembuh dari ketergantungan obatnya. Kini Shane berurusan untuk merawat rol-rol film coming soon berjudul Arwah Penasaran yang katanya Based on True Events. Tapi dasar punya temen yang tau hasrat orang Indonesia yang pengen nonton cepet en murah, yaitu Yod, Yod meminta Shane untuk memutar film Arwah Penasaran itu untuk dibajak. Shane sebenernya udah insyaf, tapi lagi-lagi setan berpihak kepadanya (kantongnya kering, tanggal tua soalnya) jadilah Shane memutar film itu dari ruang proyektor. Tanpa tahu keesokan harinya, Shane di ruang proyektor ketiduran dan menemukan Yod udah ilang di ruangan bioskop dengan meninggalkan videonya. Adik Yod yang juga pacar Shane, Som, mau collaborate ama Shane (yang belakangan hubungan mereka retak karena Shane udah nilep jam tangan Som buat bayar BD) untuk membuka tabir misteri yang ada dihadapan mereka... (atau kalimat semacam itulah, biasanya diakhiri dengan tiga tanda titik)

Walaupun eksekusi yang dilakukan Sopon lebih baik daripada The Uninvited, Sopon melakukannya dengan kekhasan horor Asia yang kita semua tahu, terlalu sering kita lihat.Seperti hantu yang hanya terlihat dikaca, ketukan aneh yang ternyata dari orang biasa, temen kita yang ternyata setan, plus satu twist yang sebenarnya gak penonton harepin buat dijawab. Sang hantu yang sebenernya kita kira berasal dari tokoh nyatanya, ternyata hantu itu adalah pemeran tokoh tersebut. Mungkin ketika dibaca, spoiler ini akan dirasa menyebalkan karena meretakkan kepenasaranan akan akhir cerita, tapi percaya deh, film ini hanya membuat kaget saja, sehingga plot menarik yang pantas difilmkan ini menjadi basi.

SELURUH aspek yang berada di film ini sudah pernah anda saksikan di film lain, you name it. Dan hal yang terbodoh dari film ini adalah malah membiarkan aspek-aspek itu berjalan seperti film lain tanpa adanya inovasi sama sekali. Itu saja. Plot yang menarik. Kemasan yang rusak parah. Kuali Bocor.

2 of 5

Senin, 21 Juni 2010

Tanah Air Beta (2010)

SINOPSIS

1998. Timor-Timur memutuskan berpisah dari Indonesia. Antara argumen bahwa Indonesia atau Timor Lestekah yang nantinya akan menjadi negara yang lebih baik, banyak keluarga yang berpisah karena perbedaan argumen tersebut. Seorang guru sekolah sederhana, Tatiana (Alexandra Gottardo) terpaksa berpisah dengan anaknya yang paling tua, Mauro yang ikut dengan pamannya di Timor Leste dan tinggal di Kupang bersama anaknya yang satu lagi, Merry (Griffit Patricia). Mereka hidup berdampingan dengan suami istri Cina pemilik toko kelontong. Mereka juga bersahabat dengan Abu Bakar (Asrul Dahlan), pria keturunan Arab yang merawat teman sebaya Merry, Carlo (Yehuda Rumbindi) yang baru saja menjadi yatim piatu. Potret sosial keadaan di sana menjadi bumbu perjuangan Tatiana agar bisa mempertemukan kembali Merry dengan Mauro.

REVIEW

Rasa nasionalis yang kita dapatkan dari film ini adalah moral terbesar (sekaligus plot) yang diusung sepanjang film berlangsung. Apalagi ditambah trailer dan promosi yang tak kunjung habisnya diberbagai media. Termasuk TV, Internet, Koran, apalagi setelah pasangan pendiri Alenia Pictures, Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen membawa Yehuda Rumbindi ke acara Kick Andy untuk diwawancarai. Pasti miris, mengetahui fakta bahwa potret yang disajikan lewat film ini masih berlangsung disana. Dimana lebih dari 70,000 keluarga berpisah.

Itulah. Moral. Itulah yang menjadikan film ini bagus. Soal akting? Mereka dengan handal bisa menghayati ekspresi mereka seakan mereka benar-benar telah lama hidup disana. Semua pandangan yang iba itu masih terpintas saja. Dari departemen sinematografi, Ical F. Tanjung yang biasa mengurusi film-film yang seringnya bersetting indoor membuat sebuah perubahan yang cukup signifikan. Ia lebih suka memotret adegan pemandangan yang tidak terlalu sering, dan dicampurkan dengan dialog dan adegan plotnya. Hal itu menjadikan film ini sangat padat. Dari musik, pasangan Aksan dan Titi Sjuman, berkali-kali menampilkan sebuah scoring yang mereka buat dan direpeat terus hingga film usai. Tanpa sedikitpun pemotongan, setiap 10 menit scoring tersebut diperdengarkan. Setelah musik selesai, ditambahkan sedikit nuansa musik yang biasa kita dengar di film drama anak-anak. 

Plotnya sendiri, mempunyai basic yang sangat kuat untuk mendukung terjadinya sebuah klimaks yang hebat. Plot ini dalam pembuatannya sudah didukung materi akting dan kru yang terbaik. Sehingga, plot ini seharusnya bisa menjadi sama bagusnya. Tetapi, film ini mempunyai banyak adegan subplot yang tidak terlalu penting untuk disimak, keadaan-keadaan humor yang malah garing dan berlanjut, membuat intisari film menjadi kurang mengena. Akting yang disuguhkan sangat membantu kekurangan ini. Klimaks yang ditawarkan, sudah terlihat sejak 40 menit sebelum akhir film, dimana para penonton sudah berbenak bahwa akhirnya keluarga ini akan bersama kembali. Ditambah segala rintangan yang dihadapi di perjalanan, barulah detik-detik menjelang pertemuan akan tiba. Kita pasti mengharapkan sesuatu yang mengharukan seperti di Emak Ingin Naik Haji yang berhasil dalam klimaks dari plot yang sederhana.

KLIMAKSpun tiba secara garing. Mauro yang beribu dan beradik wajah Timor banget, ternyata mukanya tanpa ada ekspresi apapun. Ia hanya memandangi angin kosong. Padahal tujuan banyak menit-menit disini adalah membimbing aktris utama menuju dirinya. Apakah pemeran Mauro tahu, dirinya punya tugas berat yang harus diemban? Setelah pertemuan Mauro dengan Merry, Tatiana datang. Tatianapun tidak bermuka cukup ahli untuk hal ini. Alexandra Gottardo sudah menunjukkan akting yang baik dikeseluruhan film. Dan malah di adegan ini ia jeblok. Eksekusi akhir ini menjadi masalah paling mengecewakan sepanjang film berlangsung.

Overall, film ini adalah film sarat pendidikan yang bagus untuk ditonton secara moril. Tapi pengeksekusian plot yang dalam dan bagus yang mengecewakan di akhirnya, membuat sebuah tanda tanya besar di benak kita, karena di sekeliling saya saat di bioskop, banyak yang membisikkan kalimat yang bersinonim dengan maksud: "Cuma segini doang?"

3 of 5

Kamis, 17 Juni 2010

Pengabdi Setan (1980)

SINOPSIS

Kehidupan keluarga Hendarto (W.D Mochtar) menjadi mengerikan setelah kematian sang Ibu. Sang anak kedua, Tomi, menjadi penyendiri dan setelah menemui peramal, ia malah disuruh untuk mendalami ilmu hitam. Anak pertama, Rita, malah kecanduan pesta. Hendarto sendiri terus menerus terfokus pada kehidupan bisnisnya.

Kehadiran seorang housekeeper bernama Darminah (Ruth Pelupessy) membuat Tomi dan Rita mencurigai orang itu adalah dalang dari rentetan peristiwa aneh dan mengerikan yang terjadi di rumah mereka. Namun, kesalahan sebenarnya berada dalam hati mereka sendiri...


REVIEW

Sebelum Sisworo Gautama Putra merilis horor-komedi yang tersohor, Sundel Bolong, ia bersama Imam Tantowi dan Subagio S. (nantinya jadi produser tetap Rapi Films) membuat sebuah cerita horor yang dipromosikan di kancah internasional sebagai Phantasm (1979)nya Indonesia. Saya sendiri belum pernah melihat film itu, tetapi sepertinya plotnya hampir sama. Cerita horor yang ada disini, dikatakan adalah film horror Indonesia pertama yang menjadikan kepercayaan Islam sebagai landasan moral. Dan bagaimanapun, apabila ditilik ternyata film ini sangat berplot FTV.

Film yang mempunyai judul Internasional Satan's Slave ini memakai semua efek jadul yang sering banget digunakan dalam film-film horor Indonesia jadul. Film horor sekarang, dipionir oleh Nayato Fio Nuala, membuat film-film yang sangat dark dalam arti sebenarnya. Film horor jaman dulu, lebih terkonsentrasi pada penampilan hantu dan efeknya. Tentu saja, karena style jaman dulu yang retro, banyak muka-muka yang pantas menjadi aktris horor. 

Tidak seperti film sekarang yang cuma bisa mengaget-ngagetkan saja dengan penjelasan kenapa si hantu gentayangan di akhir film (yang udah gak menarik lagi untuk disimak), film yang menjadi cult ini cenderung menyimpan semua klimaks di adegan akhir, itulah yang menjadikan film ini sangat ditunggu akhir durasinya. Penampilan Ruth Pelupessy sebagai villain wanita, mengandalkan sorotan matanya yang memang Suzzanna banget untuk menakut-nakuti siapapun yang melihatnya. Ditambah peran keluarga yang tampak labil sekaligus sering bahagia (sering baik tapi sering jahat juga), meyakinkan bahwa memang beginilah sifat manusia, kadang baik kadang jahat sesuai kondisi yang dibutuhkan.

Adegan yang tampil disini sangat bernuansa campy violence disetiap unsur yang ada kekerasannya, tetapi semuanya masih berbayang-bayang di kepala hingga sekarang! Pantaslah kalau film ini diremake oleh sutradara bermutu. Musik, mengiringi dengan bagus. Sinematografi, biasa. Spesial efek, anda akan melihat spesial efek yang meyakinkan pada jaman waktu itu dan anda dibawa masuk ke jaman tersebut, sehingga spesial efek sekasar apapun bisa diterima. Satu-satunya yang tidak bisa diterima saat si Rita menggores daging si Herman. Itu spons atau daging? Sebelum dan setelah itu, kelemahan yang terjadi kebanyakan berada di sektor skenario yang over dan kebanyakan improve. 

Banyak kejadian yang malah nggak nyambung dengan ending yang dijelaskan oleh si Darminah. !Spoiler Alert! si Darminah malah negejelasin dengan aneh tanpa dikasih flashback. Akhirnya, memang film ini bisa dibilang film horor yang paling membekas, ambience yang ia pegang, benar-benar KUAT atmosfir horornya. Tolerir kesalahan teknis film ini. Anda akan ketakutan.

4 of 5

Telaga Angker (1984)

SINOPSIS

Anita (Suzzanna) mati tenggelam didanau bersama mobilnya setelah dikejar oleh para perampok. Suaminya Rudy dan anaknya Sandy tidak mengetahui hal itu dan berusaha mencari kebenaran atas Anita sementara Anita mencari kebenarannya sendiri dengan membunuh para perampok yang telah membuat keluarganya menderita.

REVIEW

Saat menonton film ini , rasanya bisa menghakimi dengan cepat kalau film yang "from the director of the most famous horror film Sundel Bolong" ini benar-benar mempunyai plot yang rada-rada mirip ama film tersebut. Cuma mengenai seorang hantu yang menuntun balas aja kok. Skenarionya sendiri benar-benar berkiblat pada Sundel Bolong. Rasanya film ini lemah sekali dalam segala teknis. Dan satu catetan, semua ini terjadi gara-gara George Rudy nggak ngambil KTP-nya. Bego,

Film dimulai dengan Suzzanna yang memang terkenal dengan punggung belahnya berjalan melewati telaga. Lalu, dimulailah kisah mengenai mati-mati yang aneh, tidak wajar, dan kurang meresap. Saya menulis tulisan ini dan sudah lupa 50% dari keseluruhan film. Itu semua karena performa kru yang tidak bagus. Apalagi akting George Rudy yang subuh2 udah olahraga(?) dan ditengah2 film emang SENENG BENER dikasih slot eksyen martial arts yang biasa ia lakukan di film-film laga. Belum cukup mendengar summarynya saja? Oke, George Rudy melihat penjahat yang udah mencopetnya (di awal film dia dicopet, terus dia melakukan akting martial arts yang lebay) dan menghajarnya. Anehnya, penjahat yang dihajar di panti pijat itu cuma dilempar-lempar doang. Pokoknya hal ini menyebabkan dinding itu panti lobang-lobang, dan bagai GTA, si penjahat lari ke pelabuhan. Tentu aja, semua orang dihajar ala Jackie Chan plus Bruce Lee, ehh, udah ada polisi, George Rudy nya malah metong gara-gara ditembak.

Plot hole mulai berjalan ketika saya merasa bahwa film ini emang Tiren (2008) banget. Yaitu, bumbu komedi yang nyambung dikit ama cerita, tapi pantas untuk dihilangkan. Berniat mengisi durasi tuh, si Dorman Borisman. Sesudah itu, Sandy sang anak kerjaannya mewek terus. Oh, tapi si bapak membela dirinya dengan ngomong, "Si Sandy jadi perasa sekarang," oh ya, kita tahu calon anak yang kecilnya baca komik-komik horor, ngeliat tantenya mati, mewek-mewek, gedenya kalo nggak jadi psikopat ya jadi banci. Disini adegan yang digunakan untuk menyamai "adegan sate dan soto" adalah saat Anita memborong kerupuk dan melahapnya hingga habis. Mungkin si Sisworo Gautama Putra terpikir image soal adegan terkenalnya dulu dan memakai kerupuk sebagai pengganti. Tapi, buktinya adegan ini gak terkenal. Ada lagi, saat si Anita membunuh muda-mudi yang bermain cinta di tepi Telaga. Dibilangnya mereka "kegepeng" sama warga-warga. 

Bla-bla-bla, terjadi konfrontasi akhir antara Anita dan penjahat. Anita mulai ngomong yang aneh-aneh, barang siapa yang melakukan kejahatan, akan ia bunuh. Hantu yang mengurusi masalah keluarga ini mau "ekspor" rasa keadilan ke seluruh Indonesia. Kalo Anita masih penasaran hingga sekarang, populasi manusia tinggal 40% tuh. 

Filmpun selesai, ternyata, semua film doeloe punya khas dimana sang hantu lenyap didoain orang-orang. Itu ngga sesuai kayak film-film sekarang. Yahh, seenggaknya pesan moralnya ada, lah.

2 of 5

Sundel Bolong (1981)

SINOPSIS

Alisa (Suzzanna) baru saja lepas dari kehidupan masalalunya sebagai pelacur karena dipersunting seorang nahkoda bernama Hendarto (Barry Prima). Sayang, Hendarto mendapat tugas besar untuk mengantar sebuah kapal ke luar negeri yang membutuhkan waktu perjalanan yang lama. Alisapun kesepian dan mengusir kesepiannya dengan menyulam baju-baju. Hasil sulaman dikirimkan ke seorang pemilik butik bernama Rudi. Terjadi konflik antara Alisa, Rudi, dan mantan germo Alisa, Mami, yang mengakibatkan Alisa diperkosa.

Pemerkosaan yang tragis itu, ditambah rasa bersalah Alisa membuat Alisa bunuh diri tepat seminggu sebelum kepulangan Hendarto. Hendartopun ketika dirumah mulai mendengar berita-berita kematian orang-orang yang terjadi secara tidak wajar. Ia curiga bahwa itu adalah tingkah Alisa dalam bentuk sundel bolong memburu nyawa-nyawa orang yang telah memerkosanya.

REVIEW

Banyak orang yang setelah menonton film horor Indonesia yang kancut, membandingkan film yang baru saja mereka tonton dengan film ini. Film Sundel Bolong arahan Sisworo Gautama Putra memang memiliki sebuah ambience keseraman yang lebih tinggi dibanding film horor jaman sekarang. Tentu saja poinnya dari The Indonesian Queen of Horror, Suzzanna.

Film ini masih murni menggunakan kalimat-kalimat EYD yang masih pas untuk didengar, tentu karena setting jadulnya yang memang tidak mengada-ngada. Hal ini bertolak belakang dengan kejadian dimasa sekarang yang ngomong kalimat EYDpun sudah langka. Kehadiran Suzzanna dalam bentuk sundel bolong menjadi terkenal disetiap adegannya. Barangkali memang karena "famous scene" saat Alisa memesan sate 200 tusuk dan soto ("Sekalian sama pancinya, mang..") yang menggunakan teknik editan yang jadul banget (masa' sekali kena mulut satenya ilang?) ditambah shot punggung si Sundel yang bukannya bolong, tapi kepotong karena pembusukan. Sampai sekarang, adegan ini nggak nyambung aja dengan bunuh diri Alisa yang motong pergelangan tangan. Kesian, gentayangan gara-gara motong urat nadi, output nya jadi sundel bolong.

Shot-shot yang mengandung adegan gorypun dirasa aneh. Seperti saat Amin si tukang becak yang mau nyium Sundel Bolong, tapi muka si Sundel berubah jadi tengkorak (dengan tengkorak yang bisa anda ambil di laboratorium IPA sekolah) berdarah. Juga saat abis minum kuah soto, kuahnya ngacir kejalan dan ada limpahan belatung juga! Adegan itu sih disensor di Youtube. Kematian para pemerkosa juga dibilang terlalu over, seperti si Mami yang mati gara-gara kesetrum abis dilempar ke tiang listrik, abis gitu, mayatnya langsung dikremasi ditempat ama api yang muncul sedetik setelah si Mami kena kabel. 

Beberapa kematian kelewat lucu. Seperti orang yang kejebak dirumah, terus ditusuk ama nisan kayu. Atau si Rudi yang lehernya dicekik batang besi yang diambil Alisa pake tangan kosong doang. Yahh, emang beginilah hantu jadul, selalu punya kekuatan yang terbilang aneh. Overall, semua adegannya tuh dibilang bisa aja serem kalo dimaksimalin, tapi karena tahun 1981, dan di Indonesia lagi, jadinya kurang serem aja... Pasti kalo masih kecil ketakutan. Film ini pantas banget di remake dengan suara yang super dahsyat kayak Sumpah Pocong di Sekolah. 

Adegan-adegan disini, diulang dengan gaya baru di spin-off si Sundel Bolong di film "Telaga Angker" yang malah nyeritain ibu2 yang mati gara2 perampok. Yahh, seenggaknya bisalah disambung-sambungin. Note: Ada satu scoring yang muncul difilm ini, lalu dimainin lewat cello oleh Ladya Cheryll di film Fiksi (2008)

3,5 of 5

Senin, 14 Juni 2010

Tulalit (2008)

SINOPSIS

Meri (Meriam Bellina) mencurigai bahwa anaknya Edric (Edric Tjandra) adalah seorang gay. Edric yang takut disalah sangka langsung berkata bahwa seorang foto model bernama Saripah (Shareefa Daanish) adalah pacarnya. Situasi bertambah rumit dengan munculnya Dauz Costner (Daus Separo) yang ingin mengawini Saripah dan papi Saripah, Robby (Robby Tumewu) yang ternyata adalah musuh bebuyutan Meri sejak SMA.


REVIEW

Film ini adalah film paling garing yang pernah muncul di bioskop. Film ini bermuatan komedi yang terlalu standar untuk dijadikan sebuah film bioskop. Sepertinya hanya dengan ide yang sesedikit mungkin ditambah komedian-komedian yang bertaruh dengan spontanisme, lebih baik slot Tulalit yang diberikan Maxima diberikan kepada film lain yang lebih berbobot. Sebenarnya film ini biasa-biasa saja. Cenderung ringan, penuh banyolan garing plus comedy violence. Tapi sangat belong to TV dan ada banyak program FTV yang bisa menggantikan Tulalit.

Ide judulnya sendiri tidak pas dengan semua karakter di film ini yang bukannya TULALIT, malah IDIOT. Paling sebal dengan menyaksikan Daus Separo dari sitkom OB yang memuntahkan makian-makian tidak jelas seperti Olga di Cintaku Selamanya. Lalu, tambahan sahabat-sahabat Edric yang aneh dan perilaku mereka yang anehnya tidak nyambung dengan plot. Subplot tentu saja ada, karena, sebenarnya benang merah yang terjadi antara dua problema masing-masing keluarga (Tentang Meri dan Robby) baru dilancarkan di 13 menit terakhir. Apalagi dalam jangka waktu itu, mereka memutuskan bahwa mereka akan menikah! 

Sesudah itu, banyak lagi subplot yang tidak nyambung dan tidak pas untuk dijadikan penambah durasi. 90 menit dalam film inipun bisa menjadi 30 menit bila mau. Kelebihan film ini, film ini walaupun mempunyai beberapa sexual joke, tetapi tidak kentara dan untuk beberapa saat, sepertinya kita telah menemukan sebuah film KOMEDI yang utuh. Film komedi yang tidak sarat akan seks dan terasah pada spontanitas. Film seperti ini kini jarang beredar di Bioskop karena tertutupi nafsu sex para produser. Padahal, film-film horror/comedy sex juga ditelurkan dari Maxima.

Overall, film ini garing dan cocok masuk ke TV. Tapi kehadirannya patut diacungi satu sunggingan tipis karena berhasil berdiri sebagai satu fresh komedi tanpa embel-embel seks sama sekali.

2,5 of 5

Darah Perawan Bulan Madu (2009)

SINOPSIS

Bertemu dalam perjanjian besar dua perusahaan, Amira (Indah Kalalo) dan Putra (Restu Sinaga) jatuh cinta dan menikah. Melepas diri dari kepenatan, mereka memutuskan untuk melakukan bulan madu di pulau pribadi milik Putra yang dulu dipunyai mantan istrinya yang meninggal karena kecelakaan, Lydia (Adelia Rasya).

Terjadilah saat-saat menggairahkan dan romantis antara Amira dan Putra. Sampai kejadian-kejadian aneh mengintimidasi Amira secara terus-menerus, membuat ia yakin bahwa Lydia meneror dirinya. Apalagi hal ini diperkuat dengan dua pengintip profesional, Deden sang satpam pulau dan Yanto sang koki yang terpesona akan kemolekan Amira, yang satu-persatu meninggal tanpa diketahui mayatnya.


REVIEW

Sekar Ayu Asmara adalah salah satu pionir cerita-cerita psikologi yang ruwet dan mengasyikan. Jujur saja, novel-novelnya sudah saya koleksi karena kemampuannya merangkai sebuah cerita kompleks dengan akhir yang mengejutkan. Kali ini, apakah mungkin karena tidak ada job? Sekar Ayu Asmara menulis cerita, dan cerita berjudul Bulan Madu itu diadaptasi ke bentuk film oleh Sentral Pictures. Dengan embel-embel yang bener-bener gak penting, yakni tulisan "Darah Perawan", film ini menjadi annoying.

Sebenarnya apabila film ini dijadikan sebuah film berdurasi 40 menit, film ini akan menjadi bagus. Karena akan sangat diyakinkan, pembuatnya akan memotong bagian-bagian sok lucu dari para pembantu yang seronok. Juga, itu akan memotong kemesraan yang menjijikkan antara Putra dan Amira. Cukup ditampilkan sedikit saja, lalu concerned ke bagian plotnya dong.

Hingga klimaks film, tidak ada sama sekali adegan yang membuat setidaknya, tubuh bereaksi sedikit. Tapi yang ada hanya bosan yang menumpuk, ditambah puluhan adegan semi telanjang dari Indah Kalalo yang sebenernya cuma nunjukin semua bagian tubuh minus dua bagian paling private. Dan karena judulnya ada embel-embel "Darah Perawan", pastinya kita berpikir ada hubungannya darah perawan dengan bulan madu. Tapi hingga Putra mengungkapkan sisi kejahatannya yang sebenarnya, dikirain dia ngebunuh cewek-cewek kaya buat diambil darah perawannya, terus buat ritual penambah kesaktian atau semacamnya, ehhh ternyata cuma kenyataan bahwa si Putra ini psycho mata duitan. 

Adegan klimaks saat Amira menyadari yang sebenarnya terjadi, ekspresi dia gak ketangkep, dan selama itu kita enggak dapet sama-sekali apa yang sebenarnya terjadi. Beginilah kalau sang sutradara adalah DOP yang naik status. Dia bahkan tidak mengumbar apapun selain kemolekan Indah Kalalo! Beginikah stereotipisme film Indonesia? Horor rendahan dan sensualitas yang tinggi? Wajar saja apabila film ini (dan berpuluh-puluh film horor dan sex comedy lainnya) dibenci masyarakat. Tapi... bagaimanapun, konsumsi hasrat manusia tidak pernah berbohong...

Perfection deserves Perfection. Itulah yang menjadi kunci adaptasi. Sebuah buku atau karya yang bagus pantas diapresiasikan ke bentuk film dengan kualitas yang sama. Bukankah seharusnya itu yang menjadi patokan sebenarnya? Sekar Ayu Asmara rela menulis ceritanya (yang diyakini pasti bukan masalah hantu dan komedi yang dijadikan major plot) entah karena apa, dan sebaiknya, Sekar Ayu Asmara kembali membuktikan dirinya hebat dalam bertutur seperti di novelnya dan di film Belahan Jiwa.

2 of 5

Paku Kuntilanak (2009)

SINOPSIS

Trio pemburu mayat (Sukun, Obeng, dan Odjie) beraksi kembali. Kali ini mereka mencari Kuntilanak yang menjelma menjadi manusia kembali setelah paku di kepalanya, dilepas secara tidak sengaja oleh atasan mereka, Pak Joko. 

Pak Joko diteror terus menerus oleh ibunya, karena belum juga menikah diusianya yang sudah semakin tua. Pak Joko yang berniat mendekati Mona malah ditolak mentah-mentah.

Hingga akhirnya muncul seorang perempuan cantik bernama Kunti, yang tak lain tak bukan adalah sosok Kuntilanak yang dicari-cari oleh Trio Pemburu mayat. Mereka pun mencari berbagai cara untuk meyakinkan pak Joko bahwa perempuan yang akan dinikahinya tersebut adalah sosok kuntilanak yang sedang menuntut balas pada orang-orang yang telah menyakiti dirinya.

REVIEW

Film ini menambah panjang deretan film horor yang tidak bermutu dari Maxima Pictures yang dulu sempat saya acungi jempol karena konsistensinya pada drama mellow milik Nayato (setidaknya mereka enggak buang duit terlalu percuma). Namun karena drama udah tidak jaman, merekapun setia menggunakan Findo Purwono HW (sutradara film kontroversial Buruan Cium Gue!) dan kali inipun, Maxima dan Findo udah klop dan memproduksi banyak porn horror trash movie yang berlabelkan Dewi Perssik.

Adegannya ditumbuhi banyak komedi-komedi yang biasa kita lihat di layar kaca. Tetapi, tentu saja bukan itu sebabnya film ini laku, tentu saja karena adegan Keith Foo dengan Heather Storm dan Dewi Perssik. Sempat menjadi kontroversi saat Keith Foo dan Dewi Perssik diadegankan, puting Dewi Perssik terlihat. Adegan puting itu sudah disensor kok, untuk di Youtube.

Adegan panas yang diperlihatkan, sebenarnya saja lebih sedikit daripada film Swimfan (2002) dan Obsessed (2009), tapi karena ini bintang lokal, dan siapa sih laki-laki yang gak mau ngelihat pemandangan "indah" yang banyak tersaji di film ini (well, it cost 20,000). Dewi Perssik yang pamornya sudah terkenal tentu lagi-lagi menyebarluaskan perihal akting nude nya. Kalimat ngeles nya sama aja, "Saya hanya berusaha profesional dalam mendalami peran,".

Unsur seram yang ada di film ini benar-benar nol! Sungguh salah apabila kita mengira film ini adalah sebuah film HOROR. Nyatanya film ini menjurus ke KOMEDI SEX yang menjurus ke adegan PORNO. Tapi, sepanjang apapun kritik yang ditulis seluruh manusia yang membenci film ini, film ini tetap masuk Box Office dan adalah sebuah hasrat manusia untuk menyaksikan sebuah pemandangan indah secara massal. 

Di film ini juga, banyak adegan-adegan yang cenderung aneh. Seperti kematian Heather Storm karena kecebur di kolam renang. Ini beneran, cuma kecebur doang, terus mati. Lalul adegan dimana "makan mie bersama Kunti" yang mana mie itu adalah cacing. Itu cacing ato tali kusem? Mana akhirnya yang ngikut-ngikut film Tulalit dan Beranak Dalam Kubur, lagi. Padatas (Pamer Dada Atas) dipasarkan secara bebas di film ini. Anda bebas melihatnya secara kentara karena itulah tujuan film ini dibuat. Mengumbar aurat.

1 of 5

Pocong VS. Kuntilanak (2008)

SINOPSIS

Kisah cinta di zaman Belanda yang berujung sebuah penolakan. Membuat sang pria, Raden Soekotjo dendam kepada Nyi Soroh yang lebih memilih Von Klingen sebagai suaminya. Raden Soekotjo yang berniat membunuh keluarga Von Klingen, berhasil dibunuh oleh Kuntilanak yang dipelihara Nyi Soroh. Raden Soekotjo yang diserangpun sebelum kematiannya meminta agar tali pocongnya tidak dilepas dan akan membuat dirinya gentayangan dan memburu garis keturunan Von Klingen. Dimasa sekarang, Vonny, keturunan Nyi Soroh, malah terlibat cinta dengan Marcell, yang mana adalah keturunan anak Raden Soekotjo.

REVIEW

Film ini bisa dibilang cukup sensasional, baik secara muatan, judul, konsep, dan posternya. Mitra Pictures yang sering menampilkan film horor murahan kembali menjayakan diri dengan menyewa David Poernomo, musikus partner Jose Poernomo (Jelangkung, Angkerbatu, Pulau Hantu) untuk menulis dan menyutradarai film yang konsepnya hampir sama dengan Alien VS. Predator besutan Paul WS Anderson. Judulnyapun sebenarnya lebih mirip dengan Freddy VS. Jason karena film ini mempertemukan dua karakter yang sering banget difilmkan oleh filmaker Indonesia. Muatannya....orisinil? enggak tuh, cuma pernah denger dimana gitu, tentang dua musuh abadi yang harus dipertemukan kisah cinta keturunannya. Posternya, tentu saja meniru Freddy VS. Jason. Maaf ya, tetapi satu-satunya yang bagus dari film ini hanyalah bahwa film ini masuk akal dengan judulnya.

Masih berdenging di telinga bila membicarakan Mitra Pictures. Saat menonton film perdana mereka, Hantu Perawan Jeruk Purut, maka anda bisa melihat bahwa akhirnya dia itu diperkosa. Tali Pocong Perawan besutan Arie Azis (Suster Ngesot) mengutarakan tentang tali pocong seorang perawan. Dan mayatnya benar-benar perawan. Lain dengan film Hantu Perawan Jeruk Purut yang mayatnya dimutilasi habis diperkosa. Yahhh, bukan perawan lagi dong? harusnya Hantu Bekas Diperkosa Jeruk Purut

Oke. Film ini bercerita begitu aneh, karena semuanya itu flat, tanpa satupun adegan yang mengagetkan kita sama sekali. Semuanya benar-benar klise, David Poernomo mencoba fun dengan me-mentioned karyanya saat masih di Avant Garde, Jelangkung, dan film ini juga menampilkan Jelangkung. Tapi Jelangkung yang katanya telah memanggil Pocong, kenyataannya si Pocong selalu muncul dimanapun tuch. 

Kemudian setelah saling menguak rahasia dan beberapa (kalo dua orang termasuk beberapa) body count mulai muncul. Jadilah para hantu ini meliar dan mulai membunuh orang-orang secara aneh. Pocong meneriaki Aldiansyah Taher dengan teriakan mencicit yang aneh, tapi dasar orang kualitas rendah, kupingnya ngeluarin darah. Oh, jadi Pocong itu cara ngebunuhnya pake suara toh (secara dia gak bisa megang orang). Kuntilanak menggunakan tubuhnya yang sekitar tujuh kaki hanya untuk mencekik. Dia bisa terbang, dan dia malah menggunakan semua aset hantunya hanya untuk MENCEKIK??!?!?!

Film diakhiri dengan ambiguisme yang menyedihkan. Semuanya tahu itu mau dijadikan sekuel, tapi, siapa yang peduli?

1 of 5

A Nightmare on Elm Street (2010)

SINOPSIS

Katie Cassidy berperan sebagai Kris Fowles. Seorang siswi SMU yang masih shock atas kematian pacar (terbaru)nya, Dean Russell. Kris mulai melihat keanehan yang disimpan para orangtua, yang menghubungkannya dengan seorang pria yang ada di sebuah taman kanak-kanak dan kembali dari kematian. Nama pria itu Freddy Krueger. Dengan bantuan temannya, Nancy Holbrook (Rooney Mara) dan Quentin, mereka berusaha menghentikan mimpi buruk yang mengerikan setelah mantan pacar Kris, Jesse (Thomas Dekker) meninggal di penjara. Kenapa dia dipenjara? Karena dia dituduh telah membunuh Kris yang sebenarnya dibunuh Freddy Krueger dalam mimpi.




REVIEW

Sinopsis diatas twisted. Maksudnya adalah, dari narasinya, lo bisa nebak peran utamanya adalah Kris. Dan Kris sendiri meninggal dibunuh Freddy sebelum sempat menginvestigasi kebenaran terlalu jauh. Jadi, tokoh Kris sudah mati dan dibuang; Quentin dan Nancylah yang menjadi tokoh utamanya. 

Biasanya saat pergantian tokoh utama seperti ini, dalam diri kita ada sebuah deep loss karena tokoh utama yang kita kenal (atau mereka buat supaya kita kenal), dan menjadi perjuangan buat the next leading role buat merebut takhta tokoh utama yang udah dipersembahkan skenario pada tokoh utama yang awal. Rooney Mara dan Kyle Gallner berhasil merebutnya dengan sangat mudah. Kenapa? Karena Katie Cassidy tidak menunjukkan performanya dalam Black Christmas lagi. Katie hanya sedikit melihat-lihat saja sebelum akhirnya dibunuh. Owhh, emang peduli? Karakter yang lo bawain tuh harusnye membuat sebuah deep loss , tapi Cassidy hanya bisa memerankan kematian dengan baik. Teman saya yang ikut menonton, tahu soal deep loss. Dan dia sepertinya cuma concern kenapa nama film ini nggak diganti kayak Sorority Row aja (judul asli film Sorority Row itu dari film 1983 yang judulnya The House of Sorority Row). Dalam film aslinya, Tina Grey yang menjadi asal tokoh Kris, ngebuat saya deep loss, itupun pada adegannya, Tina sudah akrab dengan Nancy, di film ini, Kris terlihat kurang akrab dengan si Nancy.

"Woi, si Kris mati tuh," kataku saat menonton.
"Terus?" tanyanya
"Ngerasa deep loss?" tanyaku.
"Enggak sama sekali. Orang itu gak enak banget aktingnya."

Jackie Earle Harley harusnya sudah menyadari bahwa dia menjadi aktor sentral yang asli di sebuah film horor yang sudah melegenda. Tetapi, ia bersikap seakan dia adalah pemain tambahan. Yah, kendati emang rada-rada bener, tapi seperti kata Wikipedia, bahwa dalam semua film slasher, bintang aslinya adalah sang penjahat. 

Berhubung kematian terbaik ada di detik-detik (betul-betul detik) terakhir, maka yang anda bisa saksikan adalah, bukan mengulang kejayaan Freddy Krueger yang diusung Wes Craven. Yakinlah bahwa Wes Craven akan membenci ini dan menganggap bahwa dirinya (dan memang) yang pantas menghandle remake filmnya sendiri. Kematian disini tidaklah terlalu bervariasi, namun mimpi buruknya benar-benar DISTURBING dan itu menyebalkan, karena saat-saat disturbing itu (baca:sound yang berlebihan), membuat film ini menjadi Sumpah Pocong di Sekolah nya Hollywood.

Film ini, selain mengumbar suara yang terlalu besar, juga mengumbar istilah-istilah sulit. Biasanya istilah sulit akan membuat sebuah film biasa tampak lebih "pintar", dan Quentin benar-benar depresi karena dia mengungkapkan istilah "tidur dengan mata terbuka" terus-menerus. Musiknya? Steve Jablonsky yang sudah sering sekali mengurus film-film buatan Michael Bay sekali lagi menampakkan kekliseannya. Ia tidak terlalu memikirkan scoring yang tepat karena, ia bahkan bisa mendesain ulang scoring yang dibuat film dulunya.

Freddy Krueger yang berada di film ini, menampilkan beberapa joke yang membuat aku ingin menamparnya, karena garing. Apalagi, hal itu ditambah kenyataan masa lalunya bahwa ia seorang pedofil dan melecehkan siswa TK dimana ia dulu bekerja. Saat itulah, arti "A Nightmare on Elm Street" yang berarti Freddy Krueger (A) yang ada di Elm Street (Elm Street) sebagai mimpi buruk (Nightmare) menjadi A Nightmare on Audiences yang berarti Kebodohan (A) yang menuju penonton (Audience) menjadi mimpi buruk (Nightmare).

Bahkan mereka tidak mencoba untuk mengikuti film remake-nya sedikit saja. Semua dilakukan dengan gaya baru yang membuat orang-orang yang melakukannya tampak seperti ketinggalan jaman. Dan, Samuel Bayer setidaknya berhasil merangkai cerita yang ditulis Wesley Strick dan Eric Heisser menjadi cerita yang sulit ditebak. Sayang sekali operasi yang dilakukannya justru menghasilkan film horor biasa seperti ini...

2 of 5

Rated R for Strong Bloody Horror Violence, Disturbing Images, Terror and Language.

Sorority Row (2009)

"BRING THE BITCHES !!!"

SINOPSIS

Keenam mahasiswi Rosman University; Cassidy, Jessica, Ellie, Megan, Chugs, dan Claire merencanakan sesuatu gara-gara pacar Megan selingkuh. Sorry, I still don't get why they prank with death-prank type. Anyway, sesuatu berjalan bodoh karena sang pacar yang terlalu innocent dan ketakutan gara-gara Megan yang (pura-pura mati). Jadilah si pacar bener-bener ngebunuh dengan tire iron dan mayatpun disembunyikan.

8 Bulan Kemudian, sesuatu yang aneh mulai terjadi dan pembunuhan-pembunuhanpun mulai terjadi.



REVIEW

Film ini akan sangat menyenangkan bagi anda yang bener-bener simpatik sama film berlabel slasher. Tau kenapa? SEMUA unsur slasher yang terpatri dalam banyak film horor (kalo ribet ngumpulin semua unsurnya, nonton Scream aja) sudah terkumpul disini. Dan sayangnya, para cewek-cewek ini gak terlalu sadar bahwa kejadian yang mereka alami tuh bisa jadi slasher framed events banget. Owh, dan pacar-pacar cewek ini semuanya kurang ajar. Baiklah, saya memahami kenapa ada adegan ciuman antar cewek di awal film.

Karena menonton di Compy, sayapun melihat fakta yang sangat unik, sebagian sinopsis yang ditulis diatas ternyata sudah terjadi pada menit ke-15. Itu berarti durasi bakal lebih concern ke detik-detik pembunuhannya. Pembunuhannya sih inspiratif, tapi karena Sorority Row mau dijadikan produsernya berrating PG-13, jadi aja nih film (yang akhirnya tetep dijadikan R rating) cuma sekilas aja menampilkan adegan berdarahnya. Yang banyak disini wild party yang bener-bener wild. Mereka semua bakal dicemplungin ke neraka karena pesta gila yang mereka selenggarakan.

Pembunuhan yang berjalan, semuanya menyenangkan untuk dilihat, tetapi sebel sama musik yang digubah Lucian Paine, maaf, so last year ! Kelebihan scoringnya adalah musik temanya yang digubah bersamaan dengan lagunya Aimee Allen, Emergency, bener-bener bagus dan elegan! Pembunuh aslinya ternyata adalah pacar si cewek tokoh utama. Tapi tenang aja, berhubung semua pacar tokoh utama disini pada metong, lo bisa berekspetasi bahwa sang pembunuh juga ikutan mati. Salut buat Rumer Willis yang sudah membunuhnya. 

Film ini mempunyai hasil yang lebih enak dilihat dan mengasyikkan ketimbang Black Christmas nya Glen Morgan dari Final Destination, tapi film ini terlalu klise untuk dijadikan film slasher yang sedang diliput media, karena ini adalah film slasher Hollywood terbesar di 2009, dan wajar dong kalo mereka buat yang bagus. Caranya? Yaitu dengan membuat karakter-karakternya "mawas diri" karena situasi mereka tuh slasher abis. Walaupun hal itu bakal ngebuat film ini dibilang menjiplak Scream sih...

3 of 5

Rated R for Strong Bloody Horror Violence, Terror, Some Sexuality and Nudity, and Partying.

Kamis, 13 Mei 2010

The Uninvited (2009)


Film The Uninvited adalah salah satu film favorit penggemar Emily Browning (like me :D) karena Browning benar-benar menguras seluruh aktingnya disini, sayangnya filmnya sendiri tidak sedemikian bagus. Sutradaranya, The Guard Brothers yang tahun 2008 baru menelurkan direct-to-video remakenya April Fools Day dipanggil oleh duo produser film sukses yaitu Parkes/MacDonald yang tahun 2009 baru membuat logo baru mereka untuk menyutradarai sebuah remake lagi. Kali ini mereka berani mengusung horor pada bulan awal tahun, yang mana sering dianggap kurang pas sebagai tanggal rilis film horor karena bulan awal tahun masih berkisar di komedi-drama keluarga. Dan, tentu aja film ini tidak sesukses The Ring.

Yep, Emily Browning yang sekarang lagi dalam pembuatan film Sucker Punch di film ini bermain sebagai Anna, (lupa, Anna Morgan dari The Ring ato Anna Wilkes dari Misery) yang dikirim ke rumah sakit jiwa karena gangguan mentalnya yang cukup membuat disturbing keluarganya. Anna sendiri menyebabkan gangguan mental itu karena menyaksikan ibunya meninggal terbakar di rumah kabin, dan lebih shocknya lagi, ternyata ayahnya lagi bercinta dengan perawat istrinya sendiri, Rachel (Elizabeth Banks) saat kejadian itu di rumah inti. Setelah beberapa lama dirawat, Anna dijemput ayahnya untuk pulang (tanpa ayahnya  cukup sadar bahwa anaknya adalah mantan penghuni RSJ) dan Anna disambut di rumah oleh kakaknya Alex, yang sedang bersitegang dengan sang ayah karena sebal akan pilihan ayahnya untuk istri baru, yaitu Rachel. Jadilah, karena Anna dan Alex terlalu curiga sama Rachel, mereka berdua mulai nggratak isi lemari dan laci Rachel (they found vibrator ! omg...) dan yakin tujuan Rachel ke rumah itu tidak sekadar untuk menjadi seorang istri, melainkan untuk membunuh seseorang...

Kembali ke Emily Browning. Emily Browning adalah aktris wanita yang berhasil mempertahankan muka kalemnya selama berjuang di Hollywood. Bayangkan saja, belakangan ini film-film yang ada wanitanya pasti all of the girls are bitches! Mereka dengan santainya membuka penutup dada mereka dan mulai merayu seorang hunks. Tapi Browning beda, dia punya wajah seorang final girl dan seharusnya film slasher dimasa mendatang akan membuat Browning sebagai seorang scream queen, dan bukannya terus memilih Scout Taylor-Compton yang totally bitch itu. Wanita pirang itu di Halloween II terus-menerus berkata f-word disetiap kalimatnya dengan penuh penghayatan.

Oke, dua paragraf full Emily Browning udah cukup. Sekarang we back to the suck movie. Film ini dengan sangat kurang ajar mencomot ide film horor yang lebih dahulu rilis. Paling enggak semua film (nggak hanya horror) punya satu memorable scene. Misalkan Titanic dengan adegan anjungan kapal yang terkenal itu, atau The Shining dengan mendobrak pintu dengan kapak, atau Scream yang selalu tiap kali ada telepon, kamera selalu insert ke telepon ntu. Nah, film ini nggak punya sama sekali hal yang bisa dibanggain kecuali akting Emily Browning. Elizabeth Banks dengan konyolnya selalu terlihat bertampang campur aduk antara antagonis dan protagonis, membuat wajahnya jadi ngga karuan. Lalu sang ayah, siapapun pemainnya, lebih suka untuk tidak mencuri setiap adegan yang ada dianya dan dengan sukarela memberikannya kepada karakter lain, itu berarti antara Browning, Kebbel, atau Banks. Sang kakak, Alex, terlalu sibuk untuk bergerak sangat aktif kesana-kemari tanpa adanya jeda untuk diem sejenak, dengan sukses dia terpilih menjadi bitch in this movie. Apalagi setiap katanya yang berusaha untuk menjadi the next Scout Taylor-Compton, ya, dia memulai mengeluarkan profanity yang kurang sopan (minus kata-kata c-,b-,f-,d- word) plus pakaiannya yang sangat simple dan kita bisa menghakimi dengan mudah kalau wanita ini jarang mandi.

                                 Pakaian yang dipakai Alex adalah pakaian 2 of 2 di film ini....

Dari awal hingga 30 menit terakhir, film ini hanya berisi sebuah plot tipis yang dibumbui banyak subplot kematian untuk menambahkan durasi flashback nya. Para pembuatnya tidak berusaha cukup keras memaksimalkan kekuatan akting Browning dan justru memberikan banyak subplot menggelikan yang justru membuat The Uninvited menjadi sangat drama seperti The Ring. Bedanya, film The Ring berhasil membawa atmosfer horor drama yang solid perlahan-lahan, tapi film ini justru memutar-mutar tanpa ada isi sama sekali. Makanya film ini tidak punya Unrated Directors' Cut, durasinya yang 87 menit saja sudah cukup membosankan dan pointless, bagaimana kalau 100 menit ? Sudah begitu, selain ditambah faktor skenario dan akting figuran, musik karya Christopher Young sangat berbeda jauh dengan Drag Me to Hell karya Sam Raimi yang mana Young berhasil membawa kembali musik klasik horor, tapi di film ini ia hanya sedikit menambahkan apa yang telah Hans Zimmer dan ia sendiri lakukan dalam The Grudge

Karena film berjalan membosankan, anda mungkin tidak akan peduli lagi dengan twist nya yang ternyata bahwa Anna adalah sang penjahat sesungguhnya dan kakaknya sudah mati... Oh, spoiler ya ? Jangan salahkan saya, salahkan film ini yang membuat saya rela memberikan kejutannya karena untuk mencapai tahap ending, Emily Browning sudah ikut terpengaruh dalam akting lawan pemainnya, musik sudah standar, flashback ditampilkan, dan The Guard Brothers dengan bodohnya tidak seperti Wes Craven yang berhasil mengimpasi kebosanan ditengah film dengan eksekusi akhir yang gemilang. The Guard Brothers, sebaiknya anda kembali menjadi First Assistant Director seorang sutradara macam John Carpenter atau Dario Argento, esok-esok ketika kalian sudah siap, kalian boleh mencoba lagi dan saat itu, nasib kalian akan ditentukan...

2 of 5


RED EYE


Pada dasarnya Wes Craven dulunya cuma seorang sutradara yang diprediksi bakal jadi the next George A. Romero, yakni membuat sebuah genre baru, tapi akhirnya Craven cuma bakal jadi follower genre yang dibikinnya sendiri. Kayak Romero yang sampe sekarang menelurkan film-film zombie yang walaupun dianggap berkualitas, tapi pendapatannya kurang mujur karena stereotipisme (what?) yang memuakkan. Khusus pecinta gore, pasti demen ama sutradara lansia ini.

Well, seenggaknya Craven berhasil membuktikan dengan seringnya berganti sub-horror dalam filmografinya yang udah bejibun. Mulai dari film rape and revenge yang dengan sukses di banned di belasan negara, terus gore and revenge di The Hills Have Eyes, akhirnya dia melahirkan karya puncaknya, apa lagi kalo bukan A Nightmare on Elm Street, salah satu serial slasher paling kondang setelah Myers dan Voorhees. Dalam kronologi dari film perdana Freddy Krueger itu sampai Scream, sesungguhnya dipandang sebelah mata karena pembuatan yang jujur saja, cukup asal-asalan, tapi Craven punya taste tersendiri dalam mengelola filmnya yang sebenarnya ancur jadi worthy-watch. Dan diantara 1984-1996, cuma Wes Craven's New Nightmare yang paling berkesan, mungkin karena unsur satirenya yang gak bisa ditolerir lagi.

Di tahun 2005 saat Hollywood SANGAT demen sekali beralih ke horror asia (The Ring dan The Grudge) Craven masih mempertahankan gaya directing nya, yakni American Horror yang klasik. Tahu genre yang paling ia kuasai mulai tertindas di negeri sendiri (persis banget kondisinya dengan horror indonesia yang terjerumus dalam esek-esek horror), Craven memutuskan untuk menyutradarai film berselera very intense thriller layaknya film Jan de Bont tahun 90-an, Speed. Film itu adalah Red Eye yang dikatakan oleh distributornya sebagai "suspense-thriller at 30,000 feets".


Lisa Reisert adalah manager yang baik untuk dicontoh di dunia perhotelan, baik, ramah, dan cepat dalam bekerja dan mengambil keputusan. Kini ia sedang berada di Dallas untuk menghadiri pemakaman neneknya yang berumur seabad kurang sembilan. Setelah beberapa saat menunggu pesawat di bandara untuk segera pergi ke Miami, tempat hotel dan rumahnya berada, ia harus menunggu beberapa jam karena pesawat tersebut di delayed. Karena itu, ia bertemu dengan seorang pria baik bernama Jackson Rippner yang ternyata sebangku dengan Lisa di pesawat. Setelah terbang diketinggian 30,000 kaki untuk menghindari turbulensi, Jackson menyatakan maksudnya. Dia adalah seorang head-operator dari rencana pembunuhan seorang Menteri Keamanan Negara bernama Keefe yang berencana menginap di hotel Lisa. Tugas Lisa adalah menelepon di pesawat ke hotel untuk memindahkan kamar Keefe ke dekat laut agar memudahkan ditembak para pembunuhnya. Apabila Lisa tidak mau bekerjasama, sang ayah akan dibunuh oleh seorang pembunuh bayaran yang menunggu didepan rumah sang ayah, tinggal menunggu telepon dari Jackson. Lisa harus memperjuangkan kehidupan di daratan dengan sebuah telepon pesawat, dan waktu pendaratan pesawat itu.

Oke, sebenarnya sinopsis itu bisa dipersingkat menjadi tiga kalimat (seperti yg tertera di boks VCD-nya) tapi ceritanya cukup ribet untuk dijelasin karena semuanya berkaitan. Menonton Red Eye sama seperti nungguin giliran kencing di toilet umum. Anda tidak bisa segera menuntaskan keinginan anda karena ada pembatas yang tipis diantara kita. Red Eye adalah sebuah thriller yang berlokasi sempit, dengan rencana setting seperti itu, para kru udah tau ini film akan dengan gampang mengarah pada dua kejadian: membosankan banget atau rada-rada seru. Dan Red Eye celakanya mempunyai dua kejadian tersebut. Dipesawat, anda tidak akan mendapatkan apapun kecuali dialog intens yang simpel tapi pointless. Sedikit kekerasan dalam pesawat akan menghibur anda. 

Di timing seperti itu, rasanya akan gatal memencet tombol FF di remote agar hasilnya cepet ketauan (karena keinginan Jackson bahkan udah disampein di sinopsis, jadi butuh apalagi ?) dan tentunya cepet pergi dari adegan pramugari blonde yang bodoh. Sementara di daratan, movie has begun. Filmnya menjadi MENEGANGKAN ketika ada di daratan, dimana Lisa mulai beraksi ala Bond women tanpa Bond itu sendiri, segala kecerdikannya saat bekerja di hotel anehnya bisa memacu Lisa menusuk leher orang, mencuri handphone dan mobil, dan menabrak seorang pria berdasi. Disaat itulah semuanya menjadi real, tapi justru karena bagusnya adegan daratan membuat adegan di pesawat tidak cukup berarti untuk diingat. Juga karena tokoh Jackson yang menjadi lemah di menjelang akhir film, jadi, keputusannya adalah kebodohan sekelompok teroris yang menyewa seorang pelaksana rencana semacam Jackson. 

Apakah intinya ? Film Red-Eye adalah sebuah film yang mempunyai pacuan ketegangan yang bagus, tetapi dialog dan satu karakter inti yang lemah membuat alur film yang intens menjadi rusak sebagian. Lain kali sewalah perencana pembunuhan seperti Phillipe Nahon di Haute Tension plus Anthony Hopkins di The SIlence of the Lambs, jadinya rencana anda menjadi lebih lancar dan rapih. Wahai tuan Jackson Rippner, lain kali bawalah sumsum tulang belakang anda di pesawat, nangkep refleks cewek aja gak bisa.

3 of 5