Senin, 04 Juli 2011

Pulse 3 (2008)

SINOPSIS

Saat nyaris seluruh dunia telah terinvasi sebuah gangguan dari sinyal, di perkumpulan kaum Amish (adalah sebuah kaum yang memuja alam dan nomaden, tak percaya teknologi modern yang dikatakan sebagai device of the devils) ada seorang anak asuh salah satu pengungsi bernama Justine (Brittany Finnamore) yang bosan dengan kehidupan yang semakin lama semakin rimbaisme. 

Menemukan sebuah laptop yang masih bisa berfungsi, ia terhubung dengan Adam, seorang pria yang berdomisili di Kota Houston yang sudah 'dikuasai'. Chatting yang terjadi antara mereka berdua berujung pada Adam yang ingin meminta tolong. Justine yang rapuh menuju kota Houston untuk kopi darat dengan Adam. Tak disangka perjalanan Justine harus berujung pada kenyataan bahwa dirinya menentukan semua 'nyawa' dari arwah sinyal elektronik tersebut.

RATING

Rated R for Some Violence and Language.

REVIEW

Bukan maksud menyukai trilogi Pulse yang berasal dari remake J-Horror yang sukses (dengan catatan trilogi ini dipandang gagal), namun saya hanya tergoda untuk mengkritik film ini. Ia tidak pernah diekspos, jangan begitu salah kalau mengingat predesornya buruk dalam kualitas. Karena walaupun film ini juga buruk, tetapi jangan salahkan filmnya itu sendiri. 

Langsung, saya tidak mengapresiasi dengan baik kepada Nona Brittany Finnamore yang di film ini berperan sebagai tokoh tunggal, Justine. Sang ibu yang lenyap di depan matanya, entah kenapa menjadikan remaja labil ini sedikit tampak tegar, sedikit tampak lemah. Masalahnya, it's not on your face. Mukamu memang menunjukkan, kalau boleh meninggikan, namun kamu kurang intens dalam mendalami karakter yang kamu mainkan. Seorang aktris haruslah mengerti bagaimana berakting. Kamu ada di film itu, memerankan karakter itu seolah kamu hidup benar-benar menjadi dirinya. Sang ibu lenyap dengan tidak adanya yang mendukung tindakannya, benar-benar wanita yang aneh. Sisanya tidak bisa dibilang bagus juga kecuali bagian depan. Walaupun tertarik dengan webcam relationship, namun ekspresi yang diberikan Adam, cukup jelek, kendati dirinya pernah bermain di Joy Ride, ya, sang Rider Strong itu. Kehadirannya di akhir, kala ia menjadi buaspun tidak menjadi soal, karena ia tidak menjadikannya begitu.

Dari cerita, ceritanya cukup bagus pada awalnya. Coba bayangkan, seorang wanita dengan masa lalu dan masa kini yang suram, mencoba bertemu seseorang yang tak pernah ia kenal diantara serbuan makhluk sinyal ini (dan saya tidak tahu sebenarnya bagaimana dengan makhluk ini). Terdengar menarik? Seperti Lord of the Ring begitu. Namun eksekusi yang diberikan cenderung terasa cepat dan membosankan. Cukup menarik kala  Justine harus merasa was-was di rumah seorang petani kapas. Namun, seakan menyita seperempat durasi film, ia tidak menyajikan kenyataan bahwa Justine menjadi anti dengan arwah sinyal. Ia kira mereka itu manusia biasa. Huff.... 
Setelah eksekusi yang lambat di film itu, film ini menyiasatinya dengan Justine yang sepertinya tidak menemui hambatan apapun di kota. Padahal, kalau tidak salah di film Pulse pertama (remake), adegan dengan makhluk lain ini berbahaya sekali. Dan sepertinya di film ini, makhluk ini semakin tidak liar atau bagaimana. Saya juga tidak terlalu mengerti, yang jelas, itu tidak korelatif dengan predesornya. Film ini juga seiring durasinya, seperti memperbolehkan apapun kepada dirinya sendiri untuk menakuti penonton mendobrak batas yang telah ditentukan oleh pembuatnya sendiri. Sehingga keseraman yang dibuat tidak tampak seperti akibat dari semua itu, itu semua akibat Justine yang pantas untuk ditakut-takuti.

Sayang sekali, patut dikatakan bahwa Pulse 3 dapat menjadi baik mengingat punya formula plot standar, namun basic yang diberikan itu bagus. Selama Pulse mencoba untuk kreatif yang masih rasional pada dasar asli, menurut saya masih akan bagus.

Yang mengecewakan, film ini mengkhususkan filmnya untuk fans dari Pulse itu sendiri.

Waktu usai menonton saya berpikir, jika saya yang bukan fansnya saja kecewa, bagaimana dengan fansnya?

47%


=========================================================================
TRAILER


Sabtu, 02 Juli 2011

Janglot Pantai Selatan (2011)

SINOPSIS

Jenglot dilepas ke Pantai Selatan dengan maksud agar ia bisa mencari daging mentah kesukaannya. Kebetulan, Pantai Selatan kedatangan fresh meats, sebuah pantai yang masih perawan telah dibeli seorang anak pengusaha kaya dan mengadakan party disana. Semua orang tidak menyadari bahwa di tepi-tepi sepi pantai jawa ini ada jenglot yang sudah mulai menerkam dan membunuh orang. 

Hingga di suatu titik, mungkin saja tidak ada cara untuk menghentikannya dan tidak ada cara untuk selamat darinya.

MY OWN RATING

Rated R for Strong Bloody Violence/Gore, Some Alcohol Drinking and Partying, and Language.

REVIEW

Jangan pernah salahkan siapa yang membuat susunan film slasher jadi semudah ini ditebak. Dan jangan salahkan Alim Sudio yang membuat tema naked and dead selama tiga kali berturut-turut dalam berkolaborasi dengan Rizal Mantovani. Kita semua tahu film Jenglot Pantai Selatan adalah film yang buruk. Namun untuk memperpanjang review, kita akan mengulas balik 3 film tema naked and dead yang semuanya kontroversial yang bisa dijadikan trilogi semacam FEAST begitu. Tapi mungkin ini adalah trilogi "KILL3D" lengkap dengan fitur tambahan berupa 3D terutama di bagian telanjangnya.

1. AIR TERJUN PENGANTIN (2009)


Mendompleng keseksian sang mama, Tamara Blyzenski, berhasil membuat semua pria yang bosan dengan segala ketertutupan menghadiri pemutaran film ini. Siapa dari para penonton yang tidak mengingat saat ketika mereka berjemur di pantai. Owh, sungguh fenomenal.... Dirangkai dengan sedemikian (maunya) cerdas, namun berbekal plot yang sudah bisa ditemui dalam film-film horor yang biasa ditemui, ATP menjadi sebuah film tidak bermutu dengan segala didalamnya yang tidak menghargai pola pikir orang Indonesia. Semua adegannya benar-benar mencomot aturan slasher dan tidak akan terkejut melihat semuanya. Jangan bilang adegan didalam film ini gore karena hanya akan dibilang sadis bagi orang Indonesia awam terutama para remaji yang nonton ini supaya ketakutan (padahal sendirinya nggak mau). Bagi para dewasa, ini jadi pelampiasan mata yang asyik. Saran, kalau mau lihat para artis telanjang tanpa mengenakan tiga daun penutup, lebih enak di internet, mas. Sudah cuma 3000, puas lagi. 

ENDING

Tamara dan sepupunya berhasil selamat. Ya, cuma itu. Maka dari itu jarang penonton yang senang kalau penjahatnya mati seperti di film ini. 

2. TARING (2010)

Disini, jangan merasa puas melihat nuditasnya. Mungkin dari trilogi KILL3D, inilah yang paling buruk dari segi membuat saliva homo sapiens bertambah. Namun dari segi kesadisan, saya akui film inilah yang terbaik dari semuanya. Walaupun masih bilang terkesan sama dengan yang lain. Bercerita tentang sekumpulan muda-mudi gajebo yang entah kenapa maunya foto alami di rimba begitu. Jangan salahkan Tuhan, salahkan penulis skenario yang tidak mencoba lebih pintar lagi dalam menyusun ceritanya. Kenapa tidak pakai alasan pesawat jatuh kek, atau alasan mobilnya terperosok ke hutan kek, atau alasan tersesat kek, bisa habis jatah halaman kalau disebutkan semua. Dan disini rupanya Taring pintar sekali memberikan alasan kenapa mereka semua masuk kedalam perangkapan dedemit
"Gimana sih loe, mending to the point aja. Dateng kesana langsung, kan beres!"
Saya beritahu disini adegan nuditasnya cuma skinny dip yang sering dilakukan di kamar mandi. Cuma kelihatan punggung tanpa BH? Gak masalah, sekarang semua orang bisa lihat hampir disemua film Nayato. Dan tentu saja dengan porsi lebih banyak. Walaupun Taring (dan semua trilogi KILL3D) dibuat mungkin dengan konsep begini:
"Lebih seksi orang yang hampir telanjang daripada yang telanjang betulan,"
Ya, ya, saya hargai.

ENDING

Fahrani udah balik kampung, eh malah mati dikejar dedemit yang dari hutan. (Padahal udah dibunuh).

3. JENGLOT PANTAI SELATAN (2011)

Trilogi KILL3D yang satu ini tidak tahu lebih condong kemana. Sepertinya punya porsi keduanya, hanya kali ini adalah suatu tugas menjadikan Afraid of the mass alias ketakutan diantara banyak orang menjadi sangat penting. Seperti dalam film semacam Piranha 3D dimana banyak orang menjadi korban. Nah, disinilah harus sang sutradara mengolah bagaimana banyak orang ini pantas aktingnya sebagai figuran. Karena disaat seperti ini, kisah orang lain kadang menjadi kisah utama seperti yang dituntaskan karya Alexandre Aja, ia memberikan ensemble cast pada filmnya. Dan di film ini, mungkin berusaha mengikuti yang terkenal saja.

Jenglot yang dimunculkan bagi saya seperti iguana ganas yang punya beberapa kemampuan spesial untuk melindungi diri dari musuhnya. Dan satu lagi, keberhasilan jenglot untuk mendapatkan korban-korbannya didukung oleh: korbannya sendiri. Masalah film ini, ia mengkasting banyak orang yang diyakininya mempunyai bentuk tubuh yang seksi dan muka yang menarik sehingga film ini ingin dilihat. Tapi ia tidak mengkasting orang yang baik aktingnya ketika ia ketakutan. Kalau ketakutan, terkadang banyak orang yang malah datar ekspresinya lho. Jenglot banyak menyantap orang, namun ia tidak berani untuk menunjukkan aksinya di wilayah terbuka dan malah mempertunjukannya secara tidak jelas di pantai yang sepi.

Dan yang perlu diberitahu, orang itu sekarang sudah semakin pintar.

Menurut kondisi geografis, tidak mungkin pantai selatan mempunyai deburan ombak yang relatif kecil, Pantai Selatan berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia sehingga arusnya berasal dari Australia. Makanya Pantai ini tidak bisa dibilang aneh bila terjadi tsunami. tapi di film ini, ia hanya mempentingkan "yang penting pantai:". Kalau boleh dibilang pantai-pantai di Jawa memang sudah dieksplor semua.

Make-up dan spesial efek sudah cukup bagus, terutama di desain jenglotnya. Itu gimana caranya? Tapi yang tidak profesional, sepertinya ia menggunakan adegan yang sama saat si jenglot menggigit korbannya. Emang itu extreme close up jadi gak kelihatan itu tergigit di bagian mana. Korbannya juga bukannya melepaskan diri dari jeratan jenglot, namun malah memeluk (yang ini betul-betul memeluk) jenglot tersebut sehingga pantas saja kalau jenglotnya betah disitu.

Akting, cukup datar. Terutama yang aneh adalah pentingnya mengkasting seorang pemain bule gak jelas untuk bermain sebagai beach guard di Pantai Selatan. Nah, masalahnya dimana ia mati itu ditengah pantai yang banyak orang. Anehnya, ia ditemukan di sisi pantai yang sepi. Terus, entah kenapa disana banyak sekali orang tapi villanya sedikit. Tidak ditampilkan pula kenapa itu pantai bisa jadi private beach karena sebenarnya, sangat mudah kalau mau digrebek. Endingnyapun, saat si jenglot mendapatkan tubuh manusia yakni si Temmi, saya sudah tidak merasa terkejut lagi karena disaat terakhir yang konyolpun sudah saya tidak peduli. Mereka berakting untuk dibunuh, bukan diperhatikan. Beberapa puluh menit diselesaikan dengan simpulan bahwa makhluk kecil bisa membunuh belasan orang. Yah, padahal dibakar atau ditembak pasti juga bisa. Sungguh menyungguh. Joseph S. Djafar, membangun atmosfir musik yang biasa ada dalam gubahannya.

Dan yang berkembang sedikit adalah pengambilan gambar saat adegan majalah dewasa, oh, sangat berbeda dengan di AJP walaupun sebenarnya satu konsep. Jangan pusingkan cerita, sekali lagi. Cerita film begini cuma mengumpulkan mereka, menelanjangi mereka, membunuh mereka, dan menyelesaikan film tanpa ending bahagia kecuali film AJP. Ini mungkin artinya terkadang setan lebih terampil dalam membunuh dibanding manusia biasa yang ada kekuatan kebal. Itu dia, dengan seluruh stereotip, bahwa orang Indonesia tidak berniat untuk meningkatkan selera rakyatnya sendiri.

Andaikata Rizal Mantovani dan Alim Sudio mau saja sedikit kreatif dalam mengemas ide cerita, pastilah film J.P.S. akan tampil lebih baik. Dan tentu saja menjadikan horor sebagai tema utama, bukannya tempelan

Dll, biasa aja, enggak ada tambahan apa-apa. Seems like another KILL3D, tidak ada yang mau diharapkan. Sekali lagi, mungkin sudah saatnya film seperti ini ditinggalkan, walaupun hawa nafsu mengatakan ingin.Itulah tadi, terkadang horor tidak lagi sebagai isi, ia hanyalah kemasan dari sebuah pertunjukan live show untuk model majalah dewasa. Sayang sekali film horor sekarang hanya 'sebermanfaat' itu.

JPS bukanlah sebuah horor yang diciptakan untuk menakuti penontonnya dengan desain seperti Piranha 3D. Dia bahkan tidak ingin mencoba menakuti, ia hanya mau kita menonton di layar super besar dengan pose-pose di pantai itu. Yah, sayang sekali ia hanya mencoba untuk mempertunjukkan ini film horor berbalut adegan seksi, dan bukannya jujur mempertunjukkan ini film adegan seksi berbalut horor.

37%

=========================================================================
TRAILER

Jenglot Pantai Selatan

Jumat, 01 Juli 2011

A Serbian Film-Srpski film (2010)

SINOPSIS

Milos adalah seorang bintang porno asal Serbia yang kini sudah lepas dari aktingnya. Ia membuat hidup bahagia bersama keluarganya walaupun kondisi ekonominya semakin memburuk. Kebahagiaannya bersama istri dan anak semata wayangnya, menjadi idaman bagi adiknya, Marko, seorang polisi.

Suatu hari, Milos diajak rekan bintang pornonya, Lejla (Layla), untuk kembali membintangi film porno dengan konsep yang berbeda. Hal ini ditawarkan seorang sutradara film porno bernama Vukmir. Vukmir rupanya menawarkan Milos yang merupakan bintang senior untuk bermain dalam 'film seni' yang ia rencanakan.

Ternyata dibalik film tidak bermoral itu, tersimpan rencana yang lebih tidak bermoral yang dirancang Vukmir. Dan Milos yang merupakan aktor porno 'bermoral', dipaksa untuk menjadi tidak bermoral lagi, hingga di suatu titik yang mana melampaui batas kemoralan sebuah film porno.

RATING
NC-17. 

REVIEW


Ketika review ini ditulis, saya bingung ingin mengulas dari segi mana.

A Serbian Film jelas bukan untuk pangsa mainstream, ini untuk para penggemar exploitation movies, yang melebih-lebihkan semua adegan. Adegan sadisme, horor, seksualitas, dan nuditas. Dengan segala pemaksimalam itu, yang banyak terjadi pada film pada jenis tersebut aalah menjadi sedikit cerita. Hampir semua film EM (exploitation movies) tidak mempunyai cerita yang benar-benar untuk diangkat. Rata-rata film EM menggunakan awal yang tidak sama (mungkin), namun selalu memberikan porsi yang cukup sering bagi para pemainnya untuk mendapatkan kesempatan mengeksploitasi segalanya sebanyak-banyaknya. Ini adalah cermin dimana kelebihan itu adalah dobrakan dari aturan yang sudah ada. Schools are not the schools without innocents, but schools are not the schools if the bullies are gone. Kita membutuhkan film eskploitasi, setidaknya bagi yang merasa bosan dengan kejadian yang terjadi di awal milenium ini. Film-film hasil buat ulang dari Jepang, menjadikan horor Amerika sangat ciut, sangat dingin dan lemah. Tidak ada lagi unsur semangat yang tercipta dalam horornya. Mereka butuh darah, Uncle Sam! Maka dari itu, orang-orang seperti Eli Roth dan Rob Zombie muncul untuk mengembalikan kejayaan American Horror yang sebenarnya.

Dari segi orang awampun, tidak perlulah menikmati sajian penuh sadisme dengan rangkaian cerita yang tidak bermutu. Mereka butuh drama. Namun suatu saat jalan raya bisa rusak. Adalah dalam diri menginginkan sesuatu yang ada dalam imajinasi liar anda, tersaji dalam bentuk film yang memuaskan nafsu liar itu. Seperti ada sebuah ajakan untuk nonton film horor yang katanya seram. Pasti ada setitik rasa dalam jiwa untuk mencicipinya. Dengan kata lain, sebagai sebuah film EM, Srpski Film memberikan yang cukup bagi para pemula di genre ini.


Untuk sebuah film serba berlebihan ini, yang tidak dieksploitasi adalah akting pemainnya. Karena itu, wajarlah saja kalau semua aktingnya tidak bisa dibilang bagus, walaupun untuk ukuran EM, ini cukup menjanjikan. Srđan Todorović sebagai Milos memberikan akting yang sangat datar sebagai aktor film porno terkenal yang akhirnya mendapatkan pekerjaan. Kami para penonton yang sedikitnya mau yang pintar, tidak diberikan hal semacam ekspresi yang bagus. Oke, dan lainnya bermain datar tanpa ada apapun sebagai tambahan. Sebagai penonton film ini, jangan katakan aktingnya buruk karena film EM memang seperti itu, mereka tahu ini tidak akan mereka ajukan ke Oscar, mereka tahu mereka tidak akan meraih untung banyak, mereka tahu mereka tidak akan mendapati filmnya bisa rilis di semua negera. Mereka mengambil semua itu dan tahu, bahwa tujuan dibuatnya film ini adalah dari orang-orang yang ingin membuat film semacam itu dan ditujukan untuk penggemar film semacam itu. Satu poin, setidaknya si Srđan Todorović mampu untuk memberikan ekspresi saat ia harus beradegan di dalam filmnya, ataupun saat kesakitan.


Dari segi cerita, cukup banyak ditampilkan plot holes semacam, mengapa kru filmnya terlalu terbatas, atau mengapa mereka semua tidak punya teman dari orang baik-baik adalah salah satu pertanyaan yang muncul. Yang paling aneh, mengapa orang yang dikasih obat bisa ada memori? Yah, namun sepertinya ini masih mempunyai jalan cerita yang walaupun sudah bisa ditebak (kecuali endingnya saat sekeluarga yang sudah dibabat habis bunuh diri) namun masih menghadirkan cerita yang menarik untuk diikuti. Cerita yang didukung oleh pengejawantahannya yang baik menjadikan notorious sekali. 


Adegan paling parah tentu saja most memorable scene dalam film ini, yakni newborn porn yang direkam oleh sang sutradara, Vukmir, dengan menyabet guard yang ia punya. Sang aktor membantu prosesi kelahiran seorang bayi dan setelah sang bayi itu lahir....ya....ia di perkaos. Mungkin cuma yang tidak punya rasa manusia yang tidak disturbing yang tidak miris melihat itu. Sang sutradarapun baik hati hanya memperlihatkan scene dari belakang sang pemerkosa sehingga kita tidak melihat interaksi bagaimana Mr.P sang aktor ndelesep ke dubur sang bayi. Mungkin saja sang bayi itu meninggal! Copot deh jantung saya ini ketika melihat sang aktor menikmatinya. Sungguh, walaupun itu masih belum sekeras film EM biasa. Itu sudah cukup meneror karena saya paling tidak tahan film yang ada bagian threatening baby and kiddies. Saya langsung skip biasanya. Nah, yang film ini nih yang paling parah.


Adegan terparah kedua saat dalam kondisi disuntikkan obat, Milos memerkosa seseorang yang tubuh dan kepalanya ditutupi. Saat sedang asyik, ada seorang lain bertopeng dan memerkosa seorang lagi yang ada disebelah dan juga ditutupi. Ternyata pemirsa (walaupun sudah ada firasat juga, sih), disana sedang diadakan reuni keluarga! Milos sedang menyetubuhi anaknya sendiri (Nah, ini sudah sangat berdosa, memerkosa+sodomi+sampai buat sekarat) dan sang topeng adalah adiknya sendiri Marko. Dan tentu saja sang istri jadi bulan-bulanan. 


Ada lagi yang lucu saat Milos membunuh seorang guard dengan menusuk mata orang itu dengan his own brother, the below one yang sedari dulu jadi ajang penghasilan. 


Pihak semua yang bertanggung jawab atas adanya darah dan pemotongan di film ini cukup mampu membuat bergidik. Untung film EM mempunyai stok bloody scene yang tidak terhitung. Sehingga kami semua mudah untuk membiasakan diri, karena mungkin siapa dari kaum awam kecuali psikopat yang tidak bergidik melihat adegan-adegan semacam ini. Sadislah untuk ukuran awam. 


Mungkin itu artinya film A Serbian Film ditujukan untuk golongan penikmat film eksploitasi yang kini sudah jarang eksis. Tapi, kehadirannya juga bisa sebagai preparation untuk mereka yang ingin masuk dalam jajaran penikmat film sadis yang tergolong moderat dalam genrenya sendiri. 
Jangan bohongi. Itu pesannya. Film eksploitasi mungkin mereka artikan sebagai film yang harus disensor berkali-kali sebelum bisa tayang. Itulah yang mereka alami, itulah yang mereka dapatkan dari lembaga sensor di penjuru dunia.

Kemudian apa pesan yang bisa kita ambil dalam film ini?

Pornografi itu merusak, apalagi pornoaksi.

Pakai rating persen saja deh kali ini=

49 %


=========================================================================
TRAILER