Selasa, 28 Juni 2016

[REVIEW] Nymphomaniac Part I (2013) & Part II (2013)

SINOPSIS

Seorang pria yang tengah keluar dari apartemennya di sebuah malam di musim dingin, Seligman (Stellan Skarsgård), menemukan seorang wanita pingsan dengan luka lebam di wajahnya. Membantunya siuman, wanita yang mengenalkan diri sebagai Joe (Charlotte Gainsbourg), menolak untuk dibawa ke polisi maupun ambulans. Perkenalan itu membawa mereka ke apartemen kecil milik Seligman. Ditemani malam yang belum tuntas dan teh susu, Joe pun mulai menceritakan kisah bagaimana ia bisa berakhir di tempat itu. Menceritakan kisahnya sebagai seorang Nymphomaniac.

RATING

Not Rated (obviously NC-17 for some explicit sexual content)


REVIEW

Nymphomaniac adalah istilah yang mengalamatkan pada orang yang berkeinginan terus menerus untuk melakukan hubungan seks. Tentu saja, dengan judul seperti ini, banyak yang menganggap film Nymphomaniac hadir seperti kebanyakan film Hollywood lainnya. Dada besar, eksploitasi visualisasi hubungan badan, serta tubuh aktornya yang bagus. Namun, bagi yang mengetahui Lars von Trier, pasti tahu hal-hal tersebut hanya akan menjadi imajinasi semata.

Pertama-tama, saya mau mengingatkan, film ini memang lebih cocok ditonton oleh orang dewasa. Dengan segala visualisasinya yang sangat nyata dan keras, dan tema yang cenderung distressing, bagi saya untuk remaja yang ingin menonton Nymphomaniac sekadar untuk memuaskan ketertarikan akan film dengan ekspose seksual, film ini hanya memberikan sedikit dari harapan kalian. Ungkapan yang bagus, kenapa tak menonton porno saja sekalian?

Lars von Trier memang sering didakwa dengan film-filmnya yang terlalu obscene. Coba lihat Antichrist-nya yang disturbing. Film-film Trier memang bukan untuk konsumsi pasar, menurut saya. Kecenderungannya untuk bermain pada ranah-ranah festival dengan gaya penyutradaraan yang tak pernah berubah drastis, adalah kenikmatan tersendiri yang tak bisa disaksikan oleh orang banyak.

Adegan pertama film ini adalah silence blackout selama beberapa menit, hingga saya kira player di komputer saya rusak. Kemudian, lewat musik yang mengalun lirih, kita melihat sesosok wanita terbujur di sebuah alley yang gelap. Lalu, seorang pria tua yang membantunya untuk siuman. Dan cerita tentang Nymphomaniac-pun dimulai.

Joe dan Seligman sama-sama bersepakat untuk memberikan tiap sekuens kehidupan Joe dengan judul. Mulai dari pemilihan judul ini saja, saya sudah bisa merasakan adanya intelektualitas yang dimajukan dalam film ini. Apabila Joe mengenalkan dirinya sebagai seorang yang "kotor", maka Seligman mengungkapkan dirinya sebagai seorang yang bahagia (ketika ditanya). Ini saya rasa merupakan intensi Trier yang juga penulis. Nama Seligman tak asing di kalangan yang mempelajari Psikologi, terutama Psikologi Positif. Martin Seligman merupakan teoritikus pertama yang memberikan konsep a happy man sebagai tujuan manusia, berbeda dengan Carl Rogers dan Abraham Maslow.

Lewat tiap sekuens, saya selalu tersenyum sendiri. Seligman dengan lihai mengkaitkan seluruh pengalaman Joe dengan teori, literatur, dan konsep yang pernah dibacanya dalam buku-buku. Teknik memancing, permainan organ, hingga sesuatu yang sangat filsafat, Zeno paradox! Pengkaitan ini membuat Joe bertanya, "Jangan-jangan kamu tak mendengarkan cerita saya?" Ya, pada cerita yang penuh dengan pengalaman seks yang kental, penuh dengan deskripsi yang detail, mungkin kebanyakan dari film ini memotret hubungan badan dengan penetrasi betulan (tapi dilakukan oleh body double, tentu saja). Namun, Seligman menjawab. Ia tak bisa excited sesuai dengan harapan Joe.

Seligman dan Joe seakan menjadi potret yang nyata, ketika Seligman yang teramat wise, bertemu dengan Joe yang terlalu lama "liar". Masing-masing dari mereka bukanlah seorang pembohong, pun bukan pula seorang yang benar-benar jujur. Namun mereka berdua sebagai sosok yang genuine, memberikan impresi yang baik satu sama lain. Adanya kejujuran dari Joe tentang perasaan-perasaannya. Ada manifes teoritis dari Seligman. Akhirnya dinamika keduanya berjalan beriringan.

Apabila selama ini, dunia Barat dengan ekspose seks tak lebih dari sekadar hubungan badaniah yang benar-benar kasar dan nafsuis, Nymphomaniac meningkatkan potret gairah seks Joe menjadi sebuah studi kasus yang amat berharga. Ada sebuah insting yang didapatkan dari pengalaman, yang entah bagaimana secara paralel terkait dengan teori yang dibahas Seligman. Menarik bukan? Penalaran Seligman dan Joe dalam membahas kisah Joe adalah sesuatu yang membuat saya tersenyum sepanjang film.

Saya akui, film bagian I lebih menarik bagi saya, karena di sana, Joe benar-benar memulai segalanya dari masa mudanya, dan disampaikan serta diinterpretasi dengan begitu apik. Monoton memang, namun di tengah malam saya menonton, saya benar-benar tak mengantuk. Ada magnet yang amat kuat yang membuat saya bertahan menyaksikan film ini. Pada Part II, seakan-akan potret exciting dari part I hilang sudah. Ibaratkan perkembangan manusia, titik Joe di Part II merupakan titik umum yang dialami setiap orang. Orang dewasa.

Part II menyajikan lebih banyak sisi lain dari seks itu sendiri. Menjadi seorang masochist, melakukan aborsi sendiri, mengabaikan anaknya sendiri. Gainsbourg memainkan film berdurasi 325 menit secara keseluruhan (karena saya nonton versi Director's Cut) dengan begitu dalam. Ekspresinya yang teramat dark dan dingin, justru mengesankan, bahwa ada sesuatu yang ia resapi selain seks itu sendiri. Apa ia mengejar orgasme? Atau mengejar cinta? Kita tak pernah mengetahui apa yang sebenarnya dipikirkan dan dirasakannya, kendati sudah mendapatkan banyak pandangan secara back-to-back. Seperti liberalis lainnya, kalau saya boleh memberikan identitas kepadanya, Joe juga memberikan pandangan terhadap relasi cinta dan seks itu sendiri.

Tak ada yang saya rasa spesial dari teknik pengambilan gambar dari Trier. Namun, analisis cerita dari Seligman, divisualisasikan dalam bentuk non diegetic insert, atau visualisasi simbolik atas dialog, namun tak berhubungan secara naratif. Teknik ini memberikan unsur komedik dan trivial yang secara mengejutkan mampu membuat saya tertarik untuk melanjutkan film ini. Seperti ... kira-kira teori apalagi yang akan dibahas dalam film ini?

Nymphomaniac Part II juga memotret bagian yang paling mengenaskan, bagaimana akhirnya Joe bisa terdampar di lorong belakang apartemen Seligman. Bagian tersebut, seiring dengan akhir film yang mengingatkan saya pada Last Tango in Paris, sedikit banyak membuat film ini begitu nyata, sekaligus tragis. Pada akhirnya, mungkin sex indeed a part of human, yet as holy as you can, you may never get over with it. Pesan tersebut tidak saja disampaikan di akhir film, namun bagaimana dinamika cerita Joe dan Seligman ketika membahas agama dan seks, hal yang sama pula lah yang tengah terjadi di tengah masyarakat yang melakukan dikotomi terhadap seks dan agama.

Rangkaian cerita yang disampaikan di Part II memang less adventorous dan lebih menyentuh sisi-sisi kelam dari Joe. Joe bukan anak-anak, namun di sisi lain, hasratnya untuk selalu melampiaskan diri dalam hubungan seks membuat membuatnya demikian. Apabila di Part I kita disuguhkan enjoyment dan pemenuhan sexual needs, di Part II kita banyak berhadapan dengan konsekuensi-konsekuensi di dunia nyata, dunia yang tak melihat seks sebagai petualangan, seks yang mempunyai koridor yang telah ditetapkan sebelumnya. Kedua film ini saling mengisi secara berkesinambungan memberikan impresi yang mendalam untuk membuat renungan-renungan. Maka dari itu, film ini cocok ditonton untuk orang dewasa. It much more does not having to do with the graphics itself, but due its nature and contents

Bukan tontonan anak kecil adalah satu insight yang patut digarisbawahi dan dicetak miring. Ambil risiko sendiri jika ingin menonton porno yang lebih memuaskan nafsu kalian. Di sini, saya memiliki kesan yang sangat baik terhadap film ini, dari segi renungan-renungan Seligman, dan sangat menyukai bila film ini sedianya dapat menjadi bahan perenungan yang lebih mendlaam. Bagi saya, sangat mungkin film ini menjadikan dirinya PG-13 dengan beberapa editan, karena untuk saya, banyaknya adegan vulgar di film ini merupakan identitas Trier yang untuk meraih banyak kalangan, sebenarnya bisa saja adegannya dipotong. Namun, barang tentu kita mendapatkan sebuah film apa adanya, dan begitulah kehendak pembuatnya. Itulah cirikhas yang ingin disampaikan. Kenyataan yang tak boleh dikesampingkan. Filsafat yang tak boleh dimundurkan. Seks yang tak boleh didiskreditkan.

3 komentar:

  1. Wanita pecandu seks "nymphomaniac" .. ngeri juga yaah.. Ada gak film yang membahas tentang cara mengobati ejakulasi dini atau yang semacamnya gitu.

    BalasHapus
  2. very nice what you say. said, polished and elegant very, very good. To view website you is very nice, definitely take the time to make a success like this.
    Obat Radang Sendi

    BalasHapus
  3. Judulnya mungkin terlalu fulgar hahaha... tapi gimana sama isinya yaaa..
    jaga kesehatan selalu yaa obat flu herbal

    BalasHapus