Seorang editor penerbit yang ditakuti bawahannya, Margaret Tate (Sandra Bullock), harus dideportasi ke negara asalnya Kanada karena melanggar ketentuan Visa. Margaretpun memaksa sekretarisnya Andrew Paxton (Ryan Reynolds) untuk menikahinya, dengan tujuan agar ia masih bisa tinggal di Amerika Serikat. Andrew menyepakati hal tersebut asalkan novelnya boleh diterbitkan. Berusaha menghindar dari pemeriksaan seorang agen imigrasi, Margaret dan Andrew pergi berakhirpekan ke kota kecil di Alaska untuk menghadiri ulangtahun neneknya. Di tengah kekonyolan usaha mereka untuk menutupi pernikahan bohongan ini, ternyata cinta tumbuh di antara mereka.
RATING
Rated PG-13 for sexual content, nudity, and language.
REVIEW
Entah mengapa belakangan ini saya suka nonton film komedi romantis, sebuah genre yang kayaknya berkebalikan jauh dengan genre yang saya suka, horor. Yah, mau bagaimana lagi, setelah saya trauma menonton film horor yang terlalu "keras", saya mulai beralih ke genre yang lembut seperti ini. Genre ini memang asyik ditonton kok, apalagi kalau kita banyak menyaksikan, ada premis-premis standar di ranah ini.
Pemain The Proposal merupakan pemain handal, ada Sandra Bullocks yang sudah malang melintang di jagat perfilman, dan Ryan Reynolds yang saya ingatnya main film Van Wilder. Keduanya banyak main di komedi-komedi begitu, sehingga kalau orang yang sudah akrab dengan akting mereka, tentu mudah untuk mencerna filmnya. Setelah menonton film ini, saya jadi heran di tahun 2005 Ryan Reynolds pernah main The Amityville Horror. Beda pisan, euy.
Sutradara film ini adalah Anna Fletcher, orang yang menyutradarai film legendaris Step Up dan komedi romantis lagi, 27 Dresses. Film yang berdurasi 108 menit ini adalah film komedi romantis paling laris di AS tahun 2009. Komentarnyapun beragam. Lantas bagaimana seorang yang super suka film horor menyaksikan film ini?
Pada awalnya, film ini begitu menyenangkan, ceria, dan konyol. Adegan ketakutan di kantor pada awal film benar-benar menjanjikan sebuah film yang penuh dengan tawa. Ekspresi Margaret dan Andrewpun bisa diacungi jempol. Banyak orang yang mengapresiasi chemistry antara mereka berdua kendati terpaut usia 12 tahun. Menurut saya pribadi, film The Proposal sudah kehilangan arah sejak hari-hari mereka di Alaska dimulai. Saya kebingungan, apa yang mau mereka sampaikan di film ini? Mana konstruksi ceritanya? Hiburan memang selalu datang, mulai dari Andrew dan Margaret yang tabrakan sambil telanjang hingga stripper cowok kebanggaan kota, tetapi itu semua seperti sebuah feautre. Saya tak kunjung merasakan ada perpindahan emosi yang dicoba disampaikan, terutama ketika Margaret sadar bahwa ia seperti merusak kehidupan Andrew yang sempurna. Hal itu tidak sampai ke penonton menurut saya.
The Proposal juga entah bagaimana mengikuti semua alut-alur premis komedi yang ada mulai dari kekonyolan si cewek, kondisi yang serba tak mungkin, hingga romantisme yang terjadi di akhir. Itu semua sudah kuno, bung. Saya bingung bagaimana lagi film komedi romantis bisa dikembangkan, masalahnya formulanya hampir sama. Eh, rupanya hampir semua genre punya masalah seperti ini ya. Kita membutuhkan eksekusi yang baik. Untunglah, di film ini kekonyolan yang ditawarkan nyaris tak kunjung habis, sehingga kita akan bertahan menyaksikan Andrew dan Margaret menjalankan cinta mereka.
Akhir kata, The Proposal adalah drama komedi romantis yang asyik ditonton karena banyak kekonyolannya, namun demikian, arah cerita yang kemana-mana menyebabkan saya harus teguh menghadapi menit demi menit sebelum ia berakhir. Sebuah akhir yang klise, tapi ya sudahlah, memang film ini berencana seperti itu.
50%
Tidak ada komentar:
Posting Komentar