Senin, 20 Januari 2014

[REVIEW] The Man from Earth (2007)

SINOPSIS
John Oldman (David Lee Smith) adalah seorang dosen yang akan mengundurkan diri untuk pindah. Pada hari itu, ternyata koleganya Dan (Tony Todd) seorang antropolog, Harry (John Billingsley) seorang biolog, Edith (Ellen Crawford) seorang pengkaji seni dan seorang Kristiani taat, Sandy (Annika Peterson) seorang sejarawan, Art Jenkins (William Katt) seorang arkeolog, dan mahasiswinya Linda Murphy (Alexis Thorpe) mengajaknya untuk membuat pesta perpisahan dan mengobrol, hingga menjadi sebuah pengakuan mengejutkan bahwa John berumur lebih dari 14,000 tahun. Pengakuan tersebut bermula dianggap bercanda, hingga semua orang semakin serius terhadap ucapannya. Datang pula seorang psikolog Dr. Will Gruber (Richard Riehle) yang ditelepon Art, untuk memastikan bahwa John benar-benar waras. Terkadang, masa lalu yang hidup lebih baik dibiarkan pergi.


RATING
Suggested MPAA rating is PG for thematic elements

REVIEW

PERINGATAN: Film ini mengandung unsur sensitif mengenai Tuhan. Bagi Anda yang telah banyak atau telah memiliki pemahaman yang berdikari terhadap hal ini, silakan menonton, namun bagi yang sekadar penasaran, lebih baik untuk tidak menyaksikannya terlebih dahulu dan membaca literatur-literatur yang menunjang agar tidak goyah ketika menontonnya.

Akhirnya muncul juga film fiksi ilmiah dengan premis menarik dan saya suka. Mulanya di IMDb, film ini masuk ke daftar rekomendasi di laman IMDb Elysium. Premis yang diciptakan oleh film ini merupakan karya terakhir dari penulis terkenal dalam fiksi ilmiah, Jerome Bixby sebelum ia meninggal di tahun 1998 dan mendiktekan sisa tulisannya kepada sang anak Emerson Bixby, yang selanjutnya menjadi produser film ini.
Sebuah film yang berat tentunya, karena kita akan diajak dalam 87 menit mendengarkan pembicaraan orang-orang ini untuk mencoba "membuktikan" keabhasan pengakuan John. Tentu saja kita melihat sebuah kejaiban yang minta untuk digali, bagaimana caranya seorang manusia bisa selamat dari segala macam gangguan, penyakit, hingga perang selama 14,000 tahun? Bagaimana caranya dia beradaptasi dengan dirinya, dan lingkungannya? Apa yang ia percayai? Apa yang membuatnya mengatakan hal itu? Pertanyaan-pertanyaan itu sayangnya, tidak akan dijawab secara benar-benar, apakah tentang John mengarang semua  atau tidak. Di sini, kita cukup menikmati dialognya saja. Yang berat mungkin menerjemahkan subtitle bahasa Inggris karena selain untuk latihan, ada kemungkinan film ini tak memiliki subtitle bahasa Indonesia.

Saya memang bukan penggemar berat fiksi ilmiah, seperti yang sering saya katakan dalam review film Oblivion dan Elysium. Kedua film itu "kena" saya komentarin karena konsepnya yang menurut saya menarik. Namun terlepas dari itu, saya menyukai sebuah premis yang menarik dari film fiksi ilmiah zaman dahulu. Maka itu saya suka The Twilight Zone, maka itu saya mau menonton film ini. Kalau sudah begini, bisa dipastikan setelah ini yang muncul adalah review dari film The Box yang ditulis Richard Matheson. Beberapa film memang mengeksekusi hal-hal yang besar dan misterius dengan sedemikian kecil. Itulah yang membuat mereka benar-benar asli. Sayang sekali, kalau ternyata hal tersebut harus menjadi ambisi studio film raksasa yang menerjemahkan skenario itu menjadi film berbujet ratusan juta dolar.

Film ini merupakan sebuah contoh bagi yang ingin mengetahui bagaimana film dengan "ide besar" di zaman dahulu dibuat. Ini adalah film yang murni dialog. Tidak ada satupun yang akan mengesankan kalau dia adalah sebuah fiksi ilmiah. Dengan premis yang sedemikian besar, kita tentu berharap mungkin adanya adegan kilas balik, namun semua itu tak ada. Yang hanya ada dialog dan bagaimana mereka semua memainkan ekspresinya dalam permainan kalimat ini.

David Lee Smith (entah siapa dia) berperan dengan meyakinkan menjadi orang yang identitasnya ambigu. Mulanya dengan segala bukti yang ada, tampak pasti kalau si John ini adalah manusia dari masa lalu. Ada bukti-bukti mulai dari lukisan, artefak, semuanya tidak besar dan tidak agung, sesuai dengan prinsip, apakah sesuatu yang lazim pada zamanmu akan kau jadikan benda berharga? Nampaknya tidak, seperti kita yang tak akan tertarik dengan mainan di waktu kecil. Itu sudah lazim, kita tak akan pernah menyimpan sebuah kelaziman begitu lama.

Ide-ide yang sangat futuristik inilah, yang membuat skenarionya terasa begitu bagus. Tak mengherankan kalau skenarionya sendiri mendapatkan banyak penghargaan, terlebih ia ditempatkan di sebuah latar yang begitu sederhana. Semua hanya dari dialog, kita sendiri merasa diajak untuk mengikuti sebuah dialog di antara orang-orang berpengalaman dalam bidangnya. Rujukan pun banyak dibawa, meskipun tidak menyertakan sumber apapun, kita seakan dibawa pada elakan-elakan bahwa yang dikatakan John betul atau tidak.

Hal yang agak aneh justru di musiknya yang terdengar sangat 80-an dengan musik yang aneh dan terkesan agak berlebihan untuk menyesuaikan tiap adegan yang ada. Dialog yang ada pun bukannya tidak merata, namun kita diminta untuk mencari sidekick John, apakah itu Dan? Apakah itu Sandy? Semua mempunyai karakter sendiri yang berkembang seiring dengan cerita John membawa kita.

Seperti yang saya katakan di sinopsis, bahwa lebih baik masa lalu yang hidup itu tak perlu mengganggu semua tatanan yang telah ada. Manusia telah bahagia dalam tatanan, dan dia tak membutuhkan lagi pembenaran karena itulah patutnya ia menjadi sejarah. Kita pada akhirnya tak mampu menjawab "mengapa" dalam sejarah dengan pasti, melainkan kita akan disodorkan "apa" dan berjalan lagi ke masa depan.

Film ini secara langsung menobatkan dirinya menjadi salah satu film yang paling nikmat yang pernah saya tonton. Mungkin dia sederhana, namun premis dan pembawaan masing-masing karakter yang datang bersamanya memberi penekanan bahwa film sekarang masih bisa otentik dan ciamik. Semua pemerannya terlihat begitu menyesuaikan dialog mereka dan benar-benar berjalan baik. Oke, tak sedemikian bagusnya, ada beberapa adegan yang membuat kita bingung karena beberapa reaksi. Tapi, jelas skenario ini begitu mengalir dengan segala pertanyaan-pertanyaan di setiap permulaan adegan.

Sebuah premis menarik seperti ini pastinya akan membuahkan sekuel, namun sepertinya film ini tidak. Premis ini justru akan melancarkan lebih banyak lagi pertanyaan setelah John menjawab pertanyaan demi pertanyaan. Pada akhirnya kita justru lebih baik akan membiarkan John pergi dan sebagai orang lain akan pergi kembali dan seterusnya. Sebuah ide yang menggigit, yang saya harapkan muncul di film-film Hollywood sekarang. Sesuatu yang suspense, sesuatu yang menarik, dan cerdas.

The Man from Earth sebenarnya adalah sebuah kisah yang bisa saja dikategorikan sebuah drama. Ia tak punya apapun yang akan mengesankan sesuatu seperti itu. Bahkan hingga akhir kita tak pernah tahu apa yang sebenarnya menjadi penyebab keabadian John Oldman. Richard Schenkamn membuat film ini begitu enak dan mudah, karena tak memerlukan shot yang menurut saya sulit. Tapi entahlah, apa yang sulit dengan merekam sebuah film yang kebanyakan (sekali) isinya dialog.

Hal yang mungkin menurut saya kurang dari film ini adalah karena ia mengangkat sesuatu yang terlalu sensitif, yakni John mengatakan bahwa ia adalah Yesus. Tanpa sedikitpun mempercayai hal seperti itu, menurut saya hal ini terlalu sensitif, karena bagi umat Kristiani sendiri, mereka telah melakukan berbagai pemahaman terhadap konsep trintias mereka dan film ini sayangnya agak "membusukkan" teori mengenai agama-agama yang ada. Pemahaman mengenai kepercayaan pada Tuhan di film ini dibahas, namun ada baiknya untuk orang yang sensitif dan benar-benar belum banyak membaca tentang hal ini disarankan untuk jangan menonton film ini terlebih dahulu. Ia benar-benar mengangkat isu (untuk hal ini) benar-benar sedikit convincing. Saya harap sih, untuk bagian ini jangan dicerna terlalu dalam. Saya juga sempat khawatir, kalau-kalau ini film mengandung misi agama-agama aneh, tetapi film ini sangat totally worth it. Ada banyak pelajaran mengenai manusia yang bisa kita ambil, terlepas dari isu mengenai Tuhan itu. Kitapun menyadari, bahwa John sedari awal hanya mengikuti apa yang dipancing oleh koleganya, dan John pun memberikan jawaban yang memuaskan mereka. Itu seperti sebuah permainan yang terlalu jauh. Sedikitnya rambu-rambu di sini terhadap hal itu juga perlu diperhatikan bagi para penonton.

Pada akhir film, kita mendapatkan sebuah kejutan yang mengimplikasikan kebenaran John Oldman. Tapi saya waktu itu sudah tak peduli lagi apakah ia benar-benar abadi atau tidak. Pada percakapan selama hari itu, saya pada akhirnya banyak bertanya mengenai eksistensi manusia dan sebagainya. Agaknya kita benar-benar harus sering melihat dialog-dialog cerdas seperti ini. Saya benar-benar menikmati jalannya film. 

Selamat menyaksikan!

Tetapi, mungkin bagi yang suka menonton yang terlalu obvious dan kurang sabar, film ini kurang cocok, karena ada beberapa ekspetasi yang berlebihan yang mungkin tidak ada. Sekali lagi, jangan nonton ini untuk yang belum menemukan pemahaman teguh seputar isu-isu sensitif yang ada di film ini.

NB: Saya tak menyertakan gambar-gambar seperti biasa karena menurut saya seisi adegannya nyaris sama.

90%

Tidak ada komentar:

Posting Komentar