Jumat, 25 Juli 2014

[REVIEW] The Burning (1981)

SINOPSIS
Cropsy adalah pemilik summer camp bernama Camp Blackfoot yang suka mabuk, sadis, dan aneh. Pada suatu malam, lima orang anak berniat menjahilinya dengan tengkorak berulat. Semua hal menjadi buruk ketika tengkorak yang diberi api itu jatuh dan menjalari tubuh serta seisi kamar Cropsy. Ia berakhir di sungai dan dirawat di rumah sakit. Lima tahun kemudian, dengan tubuhnya yang bersalut luka bakar, ia berniat membalas dendam kepada anak-anak summer camp. Todd dan Michelle adalah dua konselor camp di Camp Stonewater yang berencana bersama beberapa anak untuk ikut berkano dan kemping di sebuah hutan. Pada pagi hari, mereka dikejutkan dengan hilangnya salah seorang mereka dan kano-kano yang mereka pakai. Tak ada yang tahu, dengan gunting rumputnya, Cropsy memulai pembalasan dendamnya.


RATING
Rated R for (suggested) Strong Horror Violence, Sexuality/Nudity, and Language

REVIEW
Film jagal ini adalah salah satu film jagal paling mencurigakan mulanya bagi saya. Seperti yang diketahui, ketika film jagal lagi tren banget, nyaris semua film punya sekuel, namun mengapa film ini tidak? Coba bayangkan, film ini mempunyai semua elemen untuk menjadikan sebuah sekuel. Bahkan, The Burning adalah produksi-produksi awal Miramax, lengkap dengan Harvey dan Bob Weinstein merangkap di ide cerita dan skenario. Kalau tanpa sekuel, agaknya semua sudah tahu apa akhirnya film ini...

Baiklah, secara keseluruhan, film ini tak mempunyai keistimewaan dibandingkan film jagal serupa. Kalau boleh jujur, dibandingkan dengan Friday the 13th, film ini punya banyak elemen yang sama, salah satunya adalah POV sang penjagal. Kita sendiri mengetahui bahwa film Friday the 13th diisi musiknya oleh Henry Manfredini yang terkenal itu, Apalagi echo di tiap pembunuhnya datang sangat tormenting. Di The Burning, ada Rick Wakeman, entah siapalah itu. Ia membuat musik yang sama mengerikannya, bedanya, entah mengapa saya malah inget nada-nada Tsunku di Morning Musume. Eh beneran, soalnya waktu saya nyetel film ini, saya juga ada daftar putar singel Morning Musume yang ke-55, tetapi kok dijeda gak dimainin. Ternyata memang musik dari si Wakeman ini. Okelah, tak apa.
Satu hal yang menyebalkan dari film jagal zaman dahulu adalah kalau kita menontonnya sekarang. Sebab utamanya adalah kita sudah terlalu banyak mengetahui keklisean dari film jagal, dan bahkan menonton beberapa di antaranya. Hal ini secara tak langsung membuat penilaian kita terhadap film ini berkurang. Padahal, kalau ditilik ia rilisan tahun '81 lho, artinya ketika film jagal masih belum terlalu subur dan baru booming. Para pembuatnya pun mengklaim bahwa cerita mereka telah dibuat tiga tahun sebelum Friday the 13th rilis. Jadi, mengesampingkan apapun yang terjadi, kita sebenarnya sedang menonton sebuah film yang menjadi pondasi utama dalam pakem film jagal.
Mulanya film ini bagi saya adalah seperti tantangan, kira-kira bagaimana film ini akan diakhiri. Lebih jujur dari sebelumnya, banyak ekspetasi saya yang terlalu berlebihan pada film ini. Hal pertama adalah akhirnya, saya tentu saja tak akan berharap bahwa sang konselor adalah salah satu anak yang membakar Cropsy. Ini menurut saya sesuatu yang kayak dipaksakan. Memangnya apa pengaruhnya? Toh, pada akhirnya Cropsy tetap membunuh semua orang tanpa mengetahui siapa mereka. Alasan Cropsy inipun sebenarnya terkesan dipaksakan juga sih, tetapi kan kita tidak tahu apa yang dipikirkan orang yang terbakar hebat. Hal selanjutnya adalah pembantaian rakit yang terkenal. Saya sedikit ditipu beberapa kali. Pas pertama, saya kira mereka selamat dan sisanya yang belum berangkat akan menjadi target selanjutnya. Ketika ada kano yang mengapung, saya kira itu mayatnya si cewek yang hilang (habis dari skinny dip terus lehernya dibelek pakai gunting rumput), eh rupanya s Cropsy. Aih, memang kalau kebanyakan mikir sesuatu yang gak perlu dipikir jadinya nyebelin.
Beberapa hal yang bagus di film ini adalah ia menampilkan konflik-konflik di tempat itu begitu nyata. Maksudnya beberapa keadaan remaja terasa baik terlihat. Ya, selain itu film The Burning bersikap biasa, dan tentu saja banyak seks dan nuditas la la la. Hal-hal seperti inilah yang mungkin turut menjadikan The Burning bagian dari DVD Video Nasties yang diluncurkan di Inggris, bersama dengan film-film serupa dari Amerika.

Pada akhirnya, The Burning sangat pantas bagi yang mau tahu kekejuan dalam genre jagal Amerika, sehingga enak ditonton dan tak perlu mikir. Satu peringatan saja, jangan ditonton setelah menyaksikan film jagal lain.
60%

Tidak ada komentar:

Posting Komentar