Jumat, 09 Januari 2015

[REVIEW]The Babadook (2014)

 SINOPSIS
Amelia (Essie Davis) adalah seorang single mother yang bekerja sebagai perawat di panti jompo, sambil merawat anaknya yang duduk di kelas 1 SD, Samuel (Noah Wiseman). Berada di tengah anaknya yang suka berimajinasi tentang monster, Amelia juga harus menghadapi kedukaan atas meninggalnya sang suami dalam kecelakaan tujuh tahun yang lalu, saat mengantar Amelia melahirkan. Kebiasaan membacakan dongeng sebelum tidur berubah mengerikan tatkala Amelia membacakan sebuah buku pop-up misterius berjudul "Mister Babadook". Sejak itu, Mister Babadook menjadi bahan keributan anaknya, hingga Amelia berada di ambang batas kewarasannya dan perlahan, Amelia mulai dirasuki oleh Mister Babadook untuk mencelakakan ia dan anaknya.


RATING
(Australia):M
Suggested MPAA rating is PG-13 for intense sequences of disturbing contents, sexuality, and brief strong language
REVIEW
Fiuh, akhirnya saya mulai review lagi di sini. Mohon bantuannya. Alasan mengapa saya mulai review lagi, adalah kerena saya mulai terkekang dengan Path. Lho kok? Jadi, di aplikasi media sosial Path itu kan ada opsi dimana kita nonton film apa, ya. Nah, saya jadi suka nulis komentar film di situ karena menurut saya itu jauh lebih ringkas dibandingkan menulis review seperti ini. Bahkan, sepanjang liburan ini, barangkali sudah 10 judul lebih yang saya ulas singkat. Penulisan seperti verdict tanpa memberikan skor bagi saya malah lebih baik lagi karena saya tidak harus menilai film dengan sesuatu yang kuantitatif. Namun, hal ini menjadi kurang nyaman karena ada beberapa film yang saya tonton mempunyai kandungan konten yang cukup keras, yang barangkali kurang sesuai bila saya ulas di hadapan teman-teman, seperti The Town that Dreaded Sundown, yang mungkin akan coba saya review juga, serta keterbatasan database film di Path, dimana pernah saya nonton Buck Wild, sebuah film komedi-zombie yang bagus, namun tak masuk dalam list di Path. Hal-hal itulah yang rasanya membuat saya harus kembali ke blog ini dan mengungkapkan filmnya dengan lebih bebas.

Oke, kini kita membahas film The Babadook yang sempat ramai dibicarakan (entah sama siapa). Percaya atau tidak, awalnya dulu saya skeptis dengan film ini karena judulnya mengingatkan saya pada kata dybbuk yang entah kenapa saya kira sama makhluknya dengan yang ada di film ini. Makhluk dybbuk pernah menjadi alasan teror untuk film Goyer tahun 2009, The Unborn. Nah, ternyata film ini jauh berbeda bukan? Langsung deh saya unduh.
The Babadook bagi saya merupakan sebuah film yang benar-benar mampu mengeluarkan ekstrak kulit manggis horor yang biasa kita dapatkan di dalam film. Saya akan coba sedikit bandingkan dengan film-film lain nantinya. Kisah The Babadook diawali dengan kekelaman yang terasa nyata. Davis sebagai tokoh utama, memperlihatkan sesuatu yang jarang saya temui dalam film, setidaknya dengan baik, adalah kerapuhan yang amat mendalam. Dengan rambut pirangnya yang awut-awutan dan matanya yang sayu, ia turut memandu masuknya kita ke rumah dan jiwanya yang tambah kelam.

Kemudian, kita juga diberikan sang anak, Samuel, dengan segala kehiperaktifannya yang membuat gemes, dan di menit-menit awal saya langsung bilang, "sudahlah, bunuh diri saja.". Lalu, terorpun dimulai dengan membacakan kisah Mister Babadook yang sebenernya bukan seperti buku cerita, malah seperti buku ancaman. Perlahan kita didekatkan pada sisi gelap Amelia. Kerapuhannya akan ketidakmampuan menghadapi rintangan dalam hidup mungkin menjadikan Babadook ingin menyantapnya.
Karakter Babadook sendiri, dalam 89 menit film berlangsung tidak dijelaskan secara mendetail. Pokoknya, ia hanya dijelaskan sebagai makhluk bertopi, berkuku panjang dan mengenakan mantel, sesuatu yang biasa nangkring di sawah, keknya. Tapi, justru saya tidak banyak ketakutan melihat karakter yang sebenarnya gak ada seram-seramnya sama sekali. Yang justru membuat seram justru bagaimana Amelia sebagai sang ibu, mulai kehilangan semangat kehidupannya hingga bahkan membunuh anjing yang ia sayangi, sesuai dengan "ramalan" yang muncul tiba-tiba di buku cerita itu.

Perkembangan emosi tokoh Amelia dan Samuel menjadi titik utama film ini, yang sama sekali (bagi saya) tidak membuat ngantuk, karena saya melihat teror jiwa yang diberikan Babadook sekadar pengantar untuk menyaksikan bagaimana Amelia akhirnya bisa mengakui bahwa ia merasa tak rela kehilangan suaminya. Lewat saluran TV dengan acara kuno yang kerap terlihat dalam film, seakan bisa dirasakan betapa "dingin" dan "mati"-nya kehidupan Amelia. Membangun empati? Sangat.

Pada akhirnya, tatkala Amelia justru menjadi psikotik, sesuatu yang mungkin pernah kita lihat di Insidious: Chapter 2, The Conjuring, dan The Amityville Horror, tidak menjadi sesuatu yang mengerikan dalam artian mereka hanyalah tokoh yang kesurupan. Amelia yang menjadi agresif saya rasakan sebagai tokoh yang tak mampu menghadapi segala teror dalam hidup maupun Babadook, menjadi sesuatu yang mengerikan, lebih daripada keberadaan Babadook itu sendiri. Ia menjadi manusia yang tak lagi manusia. Oleh karena itu, sebenarnya sedikit ada harapan akan ada blood bath pada akhir film. Untunglah hal tersebut tak terjadi.

Penggunaan musik dan tone film bagi saya menjadi supporting utama dari akting Essie Davis dan Noah Wiseman yang sangat baik. Menggunakan musik eerie yang jarang didengar dan tone kelabu, tentu siapapun akan menjadi muram dan siap mengikuti kengerian Amelia bukan?

Dengan akhir yang bagi saya cukup memuaskan, masih tersisa satu pertanyaan, sebenarnya makhluk apakah itu Babadook? Apakah sejenis boogeyman? Bagaimana akhirnya ia bisa 'dipelihara' oleh Amelia dan Samuel? Bagaimana caranya buku itu bisa ada di dalam rumah? Pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya dapat menjadi satu sekuel yang diminati.  Namun, sesuai dengan wawancara yang dilansir IGN.com, Jennifer Kent selaku penulis/sutradara film ini sudah membeli hak cipta yang justru ia gunakan untuk mencegah adanya sekuel atau apapun terhadap film ini. Menurutnya, keberadaan Babadook hanya stand alone untuk film ini dengan segala kemisteriusannya, dan menampik keuntungan yang bahkan akan sangat ia dapatkan.
Akhir kata, The Babadook mungkin bukanlah kisah horor tentang wujud gaib yang menyerang dan membuat teror menakutkan, namun ia memberikan kisah bagaimana seorang manusia yang rapuh dapat menjadi sesosok monster yang keji. Jennifer Kent tak hanya mampu menciptakan karakter antagonis yang misterius, melainkan membawa kita untuk jauh lebih memahami, di saat apakah kita akan bertemu dengan sisi gelap kita?

2 komentar:

  1. film horor yg underated banget nih, padahal bagus...tapi munkin karena produksi Aussie.
    Dapet banget horornya baik secara supranatural maupun psikologisnya,emak mana yg ga pusing anaknya begitu

    *salam kenal

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apalagi ga dapet kehangatan dari pria..

      Hapus