David (Peter Facineli) datang ke Kolombia untuk menjemput anaknya Jill (Nathalia Ramos) yang tengah berlibur di Eropa bersama kedua temannya Ramon (Sebastian Martinez) dan Gina (Carolina Guerra). Tujuan David menjemput Jill sebenarnya agar ia mau menghadiri pernikahan David dengan sang kekasih Lauren (Sophia Myles) setelah sang ibu wafat. Usaha untuk mengambil paspor di kota lain justru berbuah petaka ketika mereka terkena kecelakaan dan mencari pertolongan. Bertemu dengan sebuah rumah besar yang kuno, mereka disambut Felipe (Gustavo Angarita) yang tak ramah. Semuanya justru berubah menakutkan ketika Jill dengan rasa penasarannya membongkar ruang bawah tanah rumah itu dan menemukan seorang gadis yang dikurung di dalam kotak kayu. Tak ada yang menyangka bahwa sang gadis adalah arwah kuno yang jahat.
RATING
Rated R for bloody horror violence, some nudity, and brief language
REVIEW
Film dengan judul asli Gallows Hill ini sepertinya sudah rilis tahun 2013, namun di tahun 2014, kelihatannya distributor Amrika tertarik untuk merilisnya secara internasional dengan judul baru, The Damned. Disutradarai oleh Victor Garcia yang banyak menyutradari film-film sekuel semacam Mirrors 2, Return to House on the Haunted Hill, hingga Hellraiser: Revelations, bagaimana film ini akan mengungkap kisahnya?
Film dengan judul asli Gallows Hill ini sepertinya sudah rilis tahun 2013, namun di tahun 2014, kelihatannya distributor Amrika tertarik untuk merilisnya secara internasional dengan judul baru, The Damned. Disutradarai oleh Victor Garcia yang banyak menyutradari film-film sekuel semacam Mirrors 2, Return to House on the Haunted Hill, hingga Hellraiser: Revelations, bagaimana film ini akan mengungkap kisahnya?
Saya memang dalam keadaan love and hate dengan film-film asal tari Flamenco ini. Pasalnya, mereka banyak mempunyai sutradara-sutradara bagus yang ke Hollywood, tetapi justru film-film mereka terkadang begitu flat, atau mungkin karena terlalu nyeni ya horornya? Ada sih beberapa yang bagus seperti The Unknown. Dan, karena seringnya film-yang-dijudul-ulang-terus-saya-kira-film-Hollywood, jadilah banyak "ranjau" yang harus diantisipasi, terutama kendala bahasa Spanyol yang banyak dipakai di sini.
The Damned sendiri awalnya bagi saya mengingatkan pada film Evil Dead karya Sam Raimi. Premisnya hampir sama, mereka berada di suatu pemukiman terpencil di tengah hutan dan membuka sesuatu yang berbahaya. Saya mengapresiasi bagaimana awalnya film ini mulai membangun emosi dengan mencoba menjelaskan apa latar belakang dari keluarga Reynolds sendiri. Sesuatu yang sebenarnya tempelan sih, hanya untuk menambahkan alasan-alasan si setan ketika kerasukan dan mengganggu dengan rahasia yang dibeberkan. Tetapi, hal itu juga tak terlalu penting untuk disimak.
Film berjalan 87 menit dengan cukup baik, kendati terasa bertele-tele di beberapa bagian. Bagi saya, karena ini adalah film horor dengan kesan yang "dingin", saya ingin bagaimana film dapat memberikan ketegangan yang konstan agar suasana dalam film lebih mencekam dan hangat. Entah apakah bermaksud dingin, tetapi atmosfer yang tercipta dalam film terkesan on/off. Bukannya bagus, malah jadi bingung (karena kan biasanya hujan-hujan filmnya melo melo).
Dari segi cerita sendiri, saya merasa D'Ovidio sebagai penulis cerita mampu mengeksekusi masalah dengan baik. Banyak film yang menemukan suatu premis, namun eksekusi gagal karena bingung harus dikemanakan (dan terjebak pada pakem horor lain), namun The Damned membuat beberapa plot yang terkesan baru, sehingga saya, walaupun jujur bosan (hingga melewatkan adegan kucing-kucingan), tetap mau menonton hingga akhir. Saya sendiri akan mengira it will be cliche twist kayak ternyata-mati-padahal-masih-hidup atau ternyata-doski-bukan-doski, namun The Damned memberi plot yang sulit yang membuat kita jadi mikir, dia bakal gimana ya...
Hal yang cukup menarik dari skenario, sayangnya kurang dibangun dengan chemistry aktor. Oke, kalau si ayah dan si anak ini jaraknya cuma 18 tahun, tetapi hal tersebut terasa hampa. Saya justru tetap melihat mereka sebagai sekumpulan anak muda yang sial, bukan keluarga rapuh yang terkena musibah. Masalah inilah yang mungkin berakibat pada kurang dekatnya penonton dengan emosi yang harus dimainkan Facineli saat klimaks film hingga akhir.
Secara keseluruhan sendiri, teknik yang digunakan terasa wajar-wajar dalam menggarap film horor. Atau mungkin terlalu gelap? Tidak juga. Musiknya juga biasa-biasa saja. Bukankah film horor itu menjual premis ya? Eh, endak juga ding, tapi kalau semuanya biasa saja, harusnya letak film berpegang di skrip yang baik dong? Tul tak?
Akhirnya, saya harus berkata bahwa The Damned dengan plot yang sebenarnya menarik, justru jatuh dalam kubang kebosanan karena eksekusi yang biasa, dan kenyataan bahwa untuk menggali "chemistry" penonton dengan tokoh antagonis terasa lemah. Tapi tetap saja, The Damned memunculkan sebuah indikasi sekuel yang kelihatannya bisa semakin menarik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar