Jumat, 12 November 2021

[REVIEW] Menonton V/H/S 94 (2021) seperti membuka mystery box yang isinya campur aduk

Akhirnya kemarin saya kalap dan membeli akses Shudder via Shopee. Shudder, aplikasi streaming khusus film horor itu, sebenarnya belum tersedia di Indonesia, namun dengan VPN Amerika Serikat, film-film horor beraneka ragam yang dikurasi oleh tim aplikasinya, bisa saya nikmati. Sebenarnya, alasan membeli akses ini pun karena saya sudah mencoba beberapa aplikasi streaming film, namun koleksi horornya tidak terlalu mampu memuaskan batin saya. Film-film jagal yang campy sulit ditemui dengan mudah selain di Shudder. Koleksi Shudder sebenarnya tidak lengkap-lengkap amat, hanya saat melihat deretan filmnya, banyak judul yang saya kenal dari zaman dulu lihat-lihat judul horor tahun 1970-80 an.

Salah satu film yang langsung saya tonton pertama-tama adalah Sleepaway Camp. Saya pernah mengulas film tersebut di blog ini, sehingga saya belum berniat menuliskannya lagi. Dan yang kedua, adalah film V/H/S 94, sekuel dari serial antologi film pendek V/H/S. Film-film V/H/S ini punya karakteristik yang nyaris sama, bentuk found footage, kesadisan tiada tara, hingga alur cerita yang menurut saya terlalu dibuat-buat. Akibatnya, menonton film V/H/S selalu membuat saya campur-aduk.

Di film ini, narasi utamanya adalah sekelompok polisi yang menggrebek markas pengedar narkoba, namun saat masuk, kok isinya orang-orang dengan mata yang sudah dicabut dan televisi yang menampilkan gambar statik. Lalu, seiring mereka menelusuri markas, satu persatu video VHS-pun dimainkan.

Cerita pertama berjudul Storm Drain di mana seorang reporter dan kameramennya masuk ke dalam gorong-gorong yang desas-desusnya menjadi tempat hidup Manusia Tikus atau Rat Man. Cerita pertama ini (setelah saya membandingkan dengan cerita yang lain) adalah favorit saya. Khas banget found footage dengan segala kesadisan, kejijikan, dan juga kekonyolan yang disematkan di bagian akhirnya. Ceritanya juga simpel, mengejutkan (apalagi pas liat si Rat Man yang sebenarnya), dan segala hal-hal aneh lain yang karena nggak terjawab, justru semakin ngeri.

Cerita kedua berjudul The Empty Wake, di mana seorang wanita yang bekerja di rumah pemakaman, seorang diri memimpin acara penghormatan terakhir (wake) untuk satu jenazah yang meninggal karena kecelakaan. Acara menjadi mencekam kala tak seorang pun datang ke acara tersebut, dan di sela-sela badai dan mati listrik yang menerjang, sang wanit amenyadari peti mati sang jenazah bergerak sendiri. 


Kalau Storm Drain mengutamakan efek kejut yang nyata, cerita The Empty Wake mampu menjadi segmen jumpscare yang cukup berhasil buat saya. Sebenarnya, saya sedikit berharap segmen ini akan mirip seperti segmen 4Bia yang di pesawat terbang itu, karena suasana yang dibangun cukup membangun kengerian dan teror psikologis tersendiri. Akibatnya saya kurang begitu sreg sama akhir segmennya. Tapi masih ok kok.

Di cerita ketiga, kita punya segmen dari Indonesia yang disutradarai oleh Timo Tjahjanto. Dengan judul The Subject, film ini memperlihatkan seorang saintis gila yang ingin menggabungkan tubuh manusia dan mesin dengan cara menculik dan membunuh orang-orang untuk menjadi kelinci percobaan. Semuanya menjadi semakin buruk saat tempatnya digrebek dan hasil percobaannya mencoba kabur.


Dengan gaya yang sangat eksperimental ditambah kekejaman yang sangat bertaburan (tambah kata-kata makian khas Indonesia banget), film ini cukup menyenangkan untuk ditonton. Meski secara cerita terasa begitu "datar", karena ceritanya tak terasa baru dan segar. Selain darah di mana-mana, hampir semua adegan (mempertanyakan apakah gabungan mesin-manusia pantas hidup?, kehadiran satu orang yang bersimpati pada sang mesin-manusia, akhir dramatis yang berhubungan dengan baterai kamera) begitu mudah ditebak. Tapi secara umum mudah dinikmati sih.

Untuk cerita terakhir, ada cerita berjudul Terror yang mengisahkan sekelompok ekstrimis yang berniat meledakkan bangunan pemerintah dan berniat untuk "memurnikan kembali Amerika". Mereka menggunakan darah seorang monster (yang mungkin seperti vampir), yang jika bertemu dengan sinar matahari, maka ia akan meledak.

Cerita ini buat saya menjadi cerita yang paling membosankan. Meski di awal kita disuguhi dengan premis yang menjanjikan (orang terus ditembak di kepala, testamen untuk membersihkan Amerika, dan lain-lain), nyatanya film ini bisa dengan mudah disingkat sebagai "harvesting vampire goes wrong" yang terasa sama tak segarnya dengan segmen sebelumnya. Namun, jika segmen sebelumnya masih punya deretan kekerasan yang bisa membuat penonton bertahan, segmen ini terlalu lama membangun intensitas dan kengeriannya, sehingga di bagian akhir, saya sudah keburu malas dan peduli dengan nasib karakter-karakternya.

Namun, cerita utamanya (yang polisi ngegrebek di awal tadi) kan sebenarnya terus berkembang yah seperti intermisi antar segmen. Cuma pas sampai di akhir, saya malah ngerasa merekalah segmen terburuk. Tidak ada sama sekali hal baru, cuma mengandalkan narasi singkat yang diharapkan bisa memuaskan seluruh jawaban dari keanehan yang terjadi di tempat tersebut. Apalagi, karena adegan mereka adalah intermisi, saya tidak sempat melihat siapa itu siapa, sehingga saya tidak bisa fokus dengan cerita mereka.


Hal inilah yang bagi saya menilai film antologi (utamanya horor), itu seperti memilih kantung keberuntungan atau mystery box. Terkadang dapat yang lucu, terkadang dapat yang oke, terkadang dapat yang membosankan. Tapi ya begitulah mengonsumsi cerita antologi. Kan pada akhirnya kita senang karena kita bisa dapat berbagai cerita di satu kali nonton. Kalau di film panjang, sekali kita merasa bosan di pertengahan film, kita tak punya pilihan lain kecuali bertahan menyaksikan atau berhenti.

1 komentar:

  1. Where to find Las Vegas casinos without internet - Dr.
    LAS VEGAS 전주 출장샵 (AP) — A Las Vegas casino is not just for gambling, it's for 부산광역 출장안마 entertainment. Las 수원 출장안마 Vegas casinos are doing 동두천 출장안마 everything they 충청북도 출장안마 can to keep their

    BalasHapus