Senin, 14 Juni 2010

Darah Perawan Bulan Madu (2009)

SINOPSIS

Bertemu dalam perjanjian besar dua perusahaan, Amira (Indah Kalalo) dan Putra (Restu Sinaga) jatuh cinta dan menikah. Melepas diri dari kepenatan, mereka memutuskan untuk melakukan bulan madu di pulau pribadi milik Putra yang dulu dipunyai mantan istrinya yang meninggal karena kecelakaan, Lydia (Adelia Rasya).

Terjadilah saat-saat menggairahkan dan romantis antara Amira dan Putra. Sampai kejadian-kejadian aneh mengintimidasi Amira secara terus-menerus, membuat ia yakin bahwa Lydia meneror dirinya. Apalagi hal ini diperkuat dengan dua pengintip profesional, Deden sang satpam pulau dan Yanto sang koki yang terpesona akan kemolekan Amira, yang satu-persatu meninggal tanpa diketahui mayatnya.


REVIEW

Sekar Ayu Asmara adalah salah satu pionir cerita-cerita psikologi yang ruwet dan mengasyikan. Jujur saja, novel-novelnya sudah saya koleksi karena kemampuannya merangkai sebuah cerita kompleks dengan akhir yang mengejutkan. Kali ini, apakah mungkin karena tidak ada job? Sekar Ayu Asmara menulis cerita, dan cerita berjudul Bulan Madu itu diadaptasi ke bentuk film oleh Sentral Pictures. Dengan embel-embel yang bener-bener gak penting, yakni tulisan "Darah Perawan", film ini menjadi annoying.

Sebenarnya apabila film ini dijadikan sebuah film berdurasi 40 menit, film ini akan menjadi bagus. Karena akan sangat diyakinkan, pembuatnya akan memotong bagian-bagian sok lucu dari para pembantu yang seronok. Juga, itu akan memotong kemesraan yang menjijikkan antara Putra dan Amira. Cukup ditampilkan sedikit saja, lalu concerned ke bagian plotnya dong.

Hingga klimaks film, tidak ada sama sekali adegan yang membuat setidaknya, tubuh bereaksi sedikit. Tapi yang ada hanya bosan yang menumpuk, ditambah puluhan adegan semi telanjang dari Indah Kalalo yang sebenernya cuma nunjukin semua bagian tubuh minus dua bagian paling private. Dan karena judulnya ada embel-embel "Darah Perawan", pastinya kita berpikir ada hubungannya darah perawan dengan bulan madu. Tapi hingga Putra mengungkapkan sisi kejahatannya yang sebenarnya, dikirain dia ngebunuh cewek-cewek kaya buat diambil darah perawannya, terus buat ritual penambah kesaktian atau semacamnya, ehhh ternyata cuma kenyataan bahwa si Putra ini psycho mata duitan. 

Adegan klimaks saat Amira menyadari yang sebenarnya terjadi, ekspresi dia gak ketangkep, dan selama itu kita enggak dapet sama-sekali apa yang sebenarnya terjadi. Beginilah kalau sang sutradara adalah DOP yang naik status. Dia bahkan tidak mengumbar apapun selain kemolekan Indah Kalalo! Beginikah stereotipisme film Indonesia? Horor rendahan dan sensualitas yang tinggi? Wajar saja apabila film ini (dan berpuluh-puluh film horor dan sex comedy lainnya) dibenci masyarakat. Tapi... bagaimanapun, konsumsi hasrat manusia tidak pernah berbohong...

Perfection deserves Perfection. Itulah yang menjadi kunci adaptasi. Sebuah buku atau karya yang bagus pantas diapresiasikan ke bentuk film dengan kualitas yang sama. Bukankah seharusnya itu yang menjadi patokan sebenarnya? Sekar Ayu Asmara rela menulis ceritanya (yang diyakini pasti bukan masalah hantu dan komedi yang dijadikan major plot) entah karena apa, dan sebaiknya, Sekar Ayu Asmara kembali membuktikan dirinya hebat dalam bertutur seperti di novelnya dan di film Belahan Jiwa.

2 of 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar