Selasa, 21 Januari 2014

[REVIEW] Hatchet III (2013)

SINOPSIS
Marybeth Dunston (Danielle Harris) menghancurkan wajah Victor Crowley (Kane Hodder) lewat kapak dan shotgun, yang dilengkapi dengan pembelahan tubuh yang dilakukan oleh gergaji mesin. Potongan kepala Victor Crowley dibawa Marybeth ke stasiun polisi bersama shotgun, membuat para polisi dipimpin Sheriff Fowler (Zach Galligan) menangkapnya. Cerita Marybeth tak dipercaya, tentu saja, tetapi bukti semakin kuat kala paramedis dan polisi menemukan mayat-mayat di Honey Island Swamp. Polisipun, termasuk sang Sheriff ikut terjun ke sana. Saat kepergian itu, Marybeth ditemui seorang jurnalis mantan istri Sheriff Fowler, Amanda (Caroline Williams) yang terobsesi pada penelitian mengenai eksistensi Victor Crowley. Setelah mendesak Deputi Winslow (Robert Diago), Marybeth diwawancarai Amanda, yang memberikan sebuah fakta bahwa Victor Crowley adalah repeater, yang sekalipun ia mati, pada esok malamnya ia akan bangkit lagi. Satu-satunya harapan adalah mempertemukan Victor Crowley pada sang ayah yang kini sudah mati.

Sementara itu, di Honey Island Swamp, Victor Crowley bangkit kembali di kapal paramedis yang mengangkut mayatnya. Iapun kembali membunuh semua orang, dan tim SWAT yang dipimpin oleh Hawes (Derek Mears) berusaha memburu Victor Crowley. Berkat bujukan Amanda, Deputi Winslow mengantarkannya dan Marybeth untuk menemui sepupu Victor Crowley yang mempunyai abu Thomas Crowley, Abbott McMullen. Pada saat seperti itu, Marybeth tak punya jalan lain untuk selamat kecuali menyerahkan abu itu pada Victor Crowley secara langsung, untuk mengakhiri rentetan kejadian berdarah di Honey Island Swamp.


RATING
Rated R for pervasive strong bloody horror violence, and for language

REVIEW
Untunglah, sekuel ini lebih baik daripada film sebelumnya. Untunglahhh~~ (bernapas lega).

Hatchet III adalah, sebagaimana presedornya), mengambil waktu yang sama ketika film kedua selesai. Jadi analisis saya salah. Saya kira, film ini akan seperti mengulang apa yang Hatchet II telah berikan kepada kita. Ternyata, film ini memberitahu kita bahwa Victor Crowley selalu bangkit tiap malam kalau tubuhnya mati. (seruan oh~ terdengar).

Yah, jadi film ini tak lagi dikomandani oleh Adam Green, yang menciptakan cerita ini pertama kali. Posisinya di sekuel kedua ini adalah sebagai penulis dan produser eksekutif. Sepertinya ia sudah capek kali ya? Atau karena film yang diberikan lampu hijau hanya proyek yang ini? Soalnya, sebenarnya ia telah mempersiapkan Hatchet dalam empat film. Oh begitu, kasihan juga ya si Marybeth ini. Film kali ini disutradarai oleh penata kamera dua film sebelumnya, BJ McDonnell yang kelihatannya tetap saja tak memberikan angle yang berbeda dari film jagal kebanyakan.
Pertama-tama, kita akan menghadapi apa yang namanya "setelah film slasher berakhir". Seperti kebanyakan film, kita tak diberitahu apa yang terjadi kepada orang yang telah selamat. Kita pokoknya mempunyai prinsip (mungkin), dia hidup bebas untuk selamanya. Beberapa film terkadang memberikan kita fakta berikutnya, seperti dia dibunuh lagi, bunuh diri, atau terus menerus ikut dalam permainan itu seperti di film Scream. Lantas, apakah yang terjadi kalau seorang final girl membawa seonggok kulit dan shotgun sambil mengenakan baju berlumur darah? Jawabannya adalah suspect. Ya, kita diberikan jawaban seperti ini, dan dilanjutkan dengan seorang reporter yang sangat ambisius seperti Amanda (kalau di Scream mungkin Gale Weathers).

Hal baik dari sekuel ini adalah, kita juga diberikan sebuah perkembangan mengenai Victor Crowley lebih dalam. Menurut saya ini sangat baik, dibandingkan di waktu yang lalu kita hanya berbekal sebuah premis, kali ini kita akan menelusuri orangnya langsung. Sayangnya, ketika terjadi dua arah ini, saya tak terlalu memperhatikan kejadian di rawa, dimana kini malah menjurus ke arah action horror seperti Predator atau Alien. Kitapun sekali lagi mengakui bahwa penata efek rias telah bekerja dengan baik seperti sebelumnya. Kali ini walaupun banyak dan berlebihan, saya sudah kebal dan terbiasa, hehehe. Ide Victor Crowley sebenarnya tak butuh senjata ikonik, karena dia lebih sering menggunakan tangannya untuk membuka tubuh orang, menarik rahang orang, dan memelintir tubuh orang.

Kalau guru biologi yang pintar dan membutuhkan film yang nyata sebagai pelajaran anotomi, jelas film Hatchet adalah film yang tepat. Mainkan pada seluruh murid kelas anda dengan suara yang kecil, dan tiap Victor Crowley mulai membuka tubuh seseorang, silakan dijeda! Lalu, anda akan mulai memberikan pelajaran yang tidak akan dilupakan. Wow, sungguh sebuah inovasi di dunia pendidikan! Jadi, contohnya di sini ada saat dimana kepala orang dibelah dua pakai kapak. Nah, itu dijeda terus dijelaskan. Simpel! Tak perlu gambar-gambar ilustrasi berwarna cerah itu. Just kidding.
Hatcher III justru berubah menjadi horor aksi dimana ia berhadapan dengan ribuan muntahan peluru, sementara ia bersembunyi keluar, menembak, melempari para penembak dengan korban yang sudah dibelah dua. Oh tidak, mungkin Rambo harus diganti dengan Victor Crowley. Kemudian ada beberapa efek tambahan yang bum, bum, pakai bazooka, ya ampun. Kebeneran deh, mungkin nanti kita juga dibawa ke ranah fiksi ilmiah, wkwkwk.

Siapa yang peduli soal akting? Menurut saya, Danielle Harris harus sering-sering main film horor karena dia terlihat seperti aktris dari pemain Suspiria itu dan kerjaannya di film ini lumayan bagus. Yah, kalau menangis sedikit, bermuka muram tanpa ekspresi sambil mengeluarkan kata-kata kotor adalah arti dari akting yang bagus, kalian boleh banget memberikan dia Oscar. Oh lupakan, film ini adalah jagal. Kata dari mana film slasher sama dengan Oscar?
Hal paling sayang dari film ini sendiri adalah, saya menontonnya tiga-tiga sekaligus, sehingga efek bosannya sih terasa. Baru terpikir juga, bakal lebih bagus kalau kita menontonnya ada dalam jangka waktu tertentu. Tapi, melihat si Victor Crowley yang selalu bisa hidup ini, sudah saatnya diganti dengan pemain baru, jangan Marybeth lagi. Dia cukup jadi advisor boleh nggak? Gak perlu main darah-darahan lagi? Tapi kalau dipikir (saya rupanya sering berpikir ulang) bahwa aneh juga ya, kenapa harus balas dendam sama hantu yang jelas-jelas bisa membunuhmu dengan mudah! Sudah gila apa! Kalau dia ikut kelas judo dan semacamnya mungkin baru masuk akal.

Hatchet III adalah sebuah film yang menurut saya lebih jelas daripada Hatchet II, namun sampai di titik ini, saya pikir akan lebih baik kalau dihentikan saja, atau dilanjutkan tanpa "restu" dari Adam Green, biar sisi franchise dan ketololan dari sekuel Hatchet lebih terasa. Kalau begini, kita masih bisa merasakan gaya-gaya dari film sebelumnya. Berbeda dengan Scream yang khas, Hatchet punya potensi untuk menjadi franchise yang seperti itu. Kira-kira ada tidak produser film kaya yang mau memberikan uangnya untuk mengembangkan potensi cerita ini?
Kan gampang, kumpulkan, bunuh, masalah rating, bikin film lagi. Tetapi setidak-tidaknya film semacam ini bukan horor seks olala yang nampang di bioskop kita. Pakem-pakem yang telah ada tinggal digabungkan saja kok. Sepertinya film tak semudah zaman dulu. Entah kenapa tiap tahun bisa keluar satu film bodoh, wkwkwkwk. 81 menit film ini pada akhirnya terasa begitu singkat, karena filmnya sendiri merupakan sekuel langsung dan sepertinya tak ada orang yang terlalu malas untuk menonton dari awal. Hatchet memang diperuntukkan untuk ditonton di awal. Lihat saja durasinya yang pendek-pendek itu, bahkan kalau digabung baru tiga jam lebih.

NB: Saya review tiga film ini dalam sehari, terbayang kan? Bagaimana liburan membuat kita terlalu produktif?
70%

Tidak ada komentar:

Posting Komentar