Suzy Bannion masuk ke sebuah akademi balet di
daratan Eropa. Hijrahnya dari Amerika menuju Eropa disambut oleh peristiwa
pembunuhan sadis terhadap seorang siswi di akademi itu. Perlahan, di tengah
mimpi buruk dan teror, Suzy harus sendirian memecahkan apa yang sebenarnya
dilakukan oleh guru-guru setiap malam…
Rating
Original:X Now:R (suggested R for Horror
Violence/Gore and Disturbing Images)
Nama Dario Argento sangatlah terkenal dalam
jagat perfilman horor internasional. Seperti Hideo Nakata di Jepang dengan Ringu dan Xavier Gens di Perancis dengan
Frontier(s), Dario Argento adalah
ikon horor sinema Italia yang biasa disebut giallo. Walaupun, giallo lebih
condong ke cerita-cerita misteri kriminal (tahu kan? Pembunuhan berantai,
perempuan yang diincar, dan si detektif?) namun film ini merupakan karya
terbaik Dario Argento. Nama-nama seperti Dario Argento, Mario Bava, dan Lucio
Fulci merupakan nama-nama pembuat horor terkenal Italia.
Dari pertama nonton film ini, saya kok sudah
tahu kalau si perempuan ini yang jadi tokoh utama? Apa karena saat ia berjalan
di bandara dia ada di tengah? Musik film ini, yang dikomposisi oleh grup musik
The Goblins sangat terkenal pula. Jujur deh, musiknya itu benar-benar cerminan
film horor jadul, jadi ingat film-film Indonesia zaman dulu. Pertamanya seru
aja, karena musiknya tormenting banget.
Langsung tertekan, padahal belum ada apa-apa. Lama-kelamaan, ini musik nggak
berhenti-berhenti. Jadinya malah lebay. Nggak henti-hentinya dimasukkin ini
musi-musik peneror begini. Tapi baguslah. Saya masih trauma menonton film
Indonesia di bioskop yang sound-nya
memekakkan. Sampai saat ini, menurut saya ahli mengagetkan di sinema horor cuma
dua orang; James Wan dan Ti West. James Wan memaksimalkan unsur-unsur khas
Indonesia jadi bagus dan Ti West, justru jarang menggunakan musik. Sesuatu yang
sangat brilian menurut saya.
Saya suka bagaimana Dario Argento menciptakan warna-warna terang untuk filmnya. Jadi, film horor tak selamanya berpadu pada putih hitam dan kuning-kuning. Dario Argento pintar memasukkan warna-warna tersebut ke dalam film ini. Dalam keadaan normal saja, sebenarnya lokasinya tidak cukup baik untuk film horor. Semuanya memiliki warna yang berbeda dan semuanya terang-terang. Tapi, lama-kelamaan kita tahu kalau itu Cuma sekadar penutup dari polesan petir merah, lampu merah, kilat hijau. Butuh komposisi yang benar-benar tepat untuk mengakuisi poin-poin dalam film ini menjadi sebuah horor yang megang. Menyeramkan? Tidak juga. Tapi tormented. Sudah jelas, Dario Argento menjadi favorit sutradara saya.
Sinopsisnya yang saya tulis di atas sebetulnya
buatan saya sendiri saja. Film ini mengingatkan saya pada film Lewat Tengah Malam yang dirilis tahun
2007. Kebodohan yang sama. Kejutannya ditulis di sinopsis. Namun berbeda dengan
Koya Pagayo yang tidak menawarkan keadaan yang baik hingga klimaks dan
antiklimaks, Dario tetap tuh, bisa membuat saya bertahan sampai akhir. Padahal,
beberapa film yang saya tonton belakangan ini saya percepat karena merasa
bosan. Dario juga mampu menciptakan skrip yang simpel namun eksekusi yang baik
seperti yang udah dibilang di atas.
Saya bisa membandingkan film ini dengan The House of the Devil. Keduanya punya
formula yang hampir sama. Mengenai ajaran sihir, atau satanis. Dan keduanya
meramu dengan cara-cara pintar agar kita tetap bertahan untuk bisa menyaksikan;
apalagi ya.. yang kira-kira muncul? Endingnya mungkin sudah tertebak, kekerasannya
saja campy banget. Inget aja pas
ditusuk jantungnya yang lagi berdetak. Lho? Darahnyapun warnanya merah-merah
cat gituuu. Tapi tetep menyenangkan untuk dilihat.
Suspiria
adalah film dengan cerita yang
biasa. Tapi, semua aspeknya benar-benar mendukung dan asyik disimak. Kalau
ingin menonton horor Italia yang sering didengungkan sebagai cult, kalau ingin menonton film horor
yang seru, jelas kalian boleh banget mencari alamat unduhnya dari sekarang.
Lihat tuh, mereka mulai cari alamat downloadnya. |
96%
Tidak ada komentar:
Posting Komentar