Arthur Kipps (Daniel Radcliffe) adalah seorang pengacara yang diutus oleh firmanya untuk menuntaskan penjualan Eel Marsh House yang berada di daerah terpencil Inggris. Ia meninggalkan anaknya Joseph dan nanny-nya untuk nanti menyusulnya. Keberadaannya di tempat itu rupanya tidak disambut baik oleh orang-orang, terutama setelah mengetahui kedatangan Arthur untuk Eel Marsh House, yang bersamaan dengan itu ia juga harus mengetahui kisah di balik The Woman in Black, seorang wanita yang kehadirannya selalu muncul ketika anak-anak secara misterius meninggal. Tiba-tiba, ia juga harus mengungkapnya sebelum ia kehilangan anaknya.
RATING
PG-13 for thematic material and violence/disturbing images
REVIEW
Tuh kan, saya bilang apa, akhirnya saya nonton juga film ini. Saya memang secara pribadi kurang menyukai apa yang kebanyakan orang lain tonton, kecuali kalau saya memang betulan tertarik. Film ini, dengan bintang utama Daniel Radcliffe mampu menyedot banyak orang untuk tertarik menonton filmnya. Alhasil, film yang dirilis Februari 2012 ini sukses besar. Jarang-jarang film horor meraih 100 juta dolar lebih. Saya sih kurang tertarik, baru setelah menonton The Awakening, saya jadi tertantang untuk melihat lagi satu horor dari Inggris.
Film ini dibuka dengan menarik, tiga anak perempuan yang sedang bermain tiba-tiba seperti terhipnotis dan satu persatu loncat dari jendela. Saya jadi ingat sebuah film tapi film apa ya? Kemudian kita berlanjut ke Kipps yang terus menerus tampil. Yah, kalau di sini, salahnya kemarin saya habis nonton Harry Potter di televisi, akibatnya saya jadi terus membayangkan dia sebagai Harry Potter. Ya, lumayan berhasil, sih untuk mencoba menjadi seorang ayah. Sayangnya, saya terus menerus membandingkannya sebagai anak remaja, sehingga rasa-rasanya lakonnya di film bersetting jadul ini jadi terasa kurang pas.
Film yang berlangsung selama 95 menit ini akhirnya mulai berjalan dengan memberikan rentetan kejadian tanpa penjelasan. Aduh... 20 menitan awal film saya tak kunjung menemukan apa yang kira-kira bisa saya kaitkan ke saya biar saya bisa tertarik untuk menonton film ini. Lakon Radcliffe untuk film ini bukan tidak diacungi jempol, namun saya kurang enak kalau yang membawakan itu laki-laki. Saya juga merasakan kalau film ini tuh "pergi" terus. Apa ya maksudnya, maksudnya tuh, semua adegan yang saya tonton seperti merupakan awal film, saya tak kunjung merasakan masuk ke dalam film.
Lalu, kita pun mulai diperkenalkan pada The Woman in Black dengan segala outfit yang menjanjikan itu. Ayolah, saya mau nonton! Tetapi saya tak kunjung bisa masuk ke film ini, untuk peduli pada Joseph, untuk peduli pada Kipps, untuk peduli apa yang terjadi sebenarnya pada The Woman in Black. Ah, sudahlah. Saya berusaha menikmati saja. Menurut saya, sebuah film horor itu harus punya first encounter, middle encounter, dan last encounter. First encounter, adalah ketika film itu mulai memberikan satu scene yang lama adegannya berisi ketakutan berkali-kali. Itu tujuannya agar kita mulai merasakan ekspetasi, ingin tahu lebih jauh dan sebagainya. Middle encounter, berisi tengah-tengah, ketika dia sedang berusaha untuk membuka rahasia-rahasia di cerita, ia harus menghadapi ketakutan sekali lagi hingga last encounter dimana maksudnya mungkin klimaks dan antiklimaks.
Sebenarnya film ini sudah mempunyai ketiga adegan tersebut, namun adegan pertama itu tidak bisa membuat saya masuk ke dalam film. Semua sekadar tempelan. Olala, saya rindu The Awakening. Film ini kemudian masih berusaha membuat saya simpatik, padahal kehadiran istri Samuel yang kerap kali berhalusinasi itu cukup bagus, namun ya sayang semua itu cepat dilupakan.
Saya berusaha menghormati adegan saat Kipps mau-maunya nyelem ke lumpur demi mencari anak si Alice, yang ternyata menjadi bibitnya The Woman in Black. Saya kira adegan itu bakal ada apa-apa, ternyata flat. Ayolah, saya mau tertarik! Lanjut ke bagian klimaks, rupanya itu menjadi agak keren, namun semuanya terasa sangat biasa. Hal yang menarik adalah saat The Woman in Black itu mau ke kamar anaknya, dia sambil lilin-lilin pada mati. Sumpah banget.
Akhirnya pun, saat si Kipps dan si anak ditabrak kereta (tapi maksud endingnya mungkin bahagia kali, ya) saya jadi merasa, what? Udah? Agaknya film ini juga menjurus-jurus ke drama. Saya pun akhirnya la la la la, sebuah keuntungan di zaman dahulu saya tidak menonton film ini. Film ini adalah sebuah film yang keren sebetulnya, dengan sekian penampakan, dengan sekian penawaran misteri, namun sayangnya jarang membuat saya tergugah. Saya mau lho, menganggap film ini bagus, namun ya entah bagaimana pada akhirnya film ini gagal untuk menakut-nakuti. Film ini sekadar portofolio Radcliffe pernah berperan di film horor.
50%
Tidak ada komentar:
Posting Komentar