Sabtu, 14 Desember 2013

[REVIEW]The Conjuring (2013)

SINOPSIS:
Carolyn dan Roger Perron pindah ke sebuah rumah di Rhode Island di tahun 1971 bersama kelima putrid mereka. Lambat laun, mereka diganggu oleh sesuatu yang tak bisa dijelaskan. Ed dan Lorraine Warren adalah suami istri yang ahli menangani hal-hal supranatural dan baru saja mengadakan sebuah seminar yang dihadiri Carolyn. Carolyn meminta mereka untuk menyelesaikan apa yang sebenarnya terjadi di rumah itu. Ini adalah sebuah film berdasarkan kisah nyata yang dialami oleh pasangan Warren dan keluarga Perron. Sebuah kasus yang dirahasiakan dari pengalaman mereka selama bertahun-tahun.


RATING
R for Sequences of Disturbing Violence and Terror

SINOPSIS
Film ini benar-benar membuat saya penasaran. Saya memang sudah mengetahui adanya film ini dan diperkuat bumbu saat Indonesia Morning Show menyetelkan filmnya. Rupanya saat saya ingin nontonnya, hari itu filmnya sudah diputar di seluruh bioskop di Indonesia. Wah… senang dong. Jangan senang dulu, soalnya saya nggak punya orang buat diajak nonton bareng. Kakak saya pun gagal diajak. Ya sudahlah, siap mental sendirian ah.

Selain berdasarkan kisah nyata yang digembar-gemborkan (entah kenapa saya nggak terlalu tertarik dengan kisah nyatanya), MPAA memberikan film ini rating R karena alasannya terlalu seram. Eh, gimana ya… saya juga jadi takut-takut dan mengaburkan pandangan selama kira-kira muncul penampakannya. Kurang ajar juga sih, tapi kok rasanya semuanya mulai terasa familiar. Ya…. Film ini mengingatkan saya seperti film tahun 2011 lalu, Insidious yang dapat rating PG-13.

Saya pikir, James Wan dan Leigh Whannell sebenarnya diuji di film ini. Dengan formula yang hampir sama, apakah mereka bisa membuat sesuatu yang baru? Yang menurut saya sih, nggak. Semua penampakannya walaupun menakutkan tapi bisa saya duga kayak apa. Terus kok, rating R nya cuma kelihatan pas si polisi digigit sama Carolyn yang kesurupan? Memang sih ada beberapa yang lainnya. Tapi itu sepertinya ada di film dengan rating PG-13.

Ceritanya juga mudah ditebak. Seperti yang dijelaskan oleh si Ed Warren di seminarnya, film ini hanya mengikutinya dengan pakem-pakem biasa. Seandainya Insidious belum pernah saya tonton, film ini akan saya baik-baikin dengan mudah. Tapi masalahnya film ini masih berada di langkah sebelumnya. Kenapa saya tidak menilainya sebagai sebuah satu film yang utuh? Mungkin kalau film yang utuh saya bakal bilang film ini bagus, tapi saya rasa Wan dan Whannell punya kewajiban moral untuk selalu memperbaiki filmografinya. Kalau adegan mengejutkan yang sama (kecuali adegan pas tepuk dua kali pas petak umpet itu) dilakukan berkali-kali, sepertinya pembodohan juga.

Saya lupa, opening film ini ciamik banget. Judulnya warna kuning gabung sama adegannya. Keren! Tapi sepertinya film yang disyut biar kayak film tahun 70-an gak kerasa di saya. Nggak tahu, rasanya saya masih mengira mereka ada di zaman ini, bukan 40 tahunan yang lalu.

Menurut saya, saya bertanya kenapa ya, kisah ini ditutupi oleh pasangan ini? Apakah karena ada yang kesurupan? Ataukah karena ada yang pengusiran setan yang terlalu menyeramkan? Bukannya lebih menyeramkan The Amityville Horror dan video yang ada di film ini? Bukankah akhirnya semuanya selamat? Atau jangan-jangan ada yang masih disembunyikan? Berjuta pertanyaan muncul melulu dalam pikiran saya kenapa cerita ini harus ditutup oleh pasangan ini. Apa The Exorcist itu asli? Kalau asli, saya lebih memilih kasus itu saja untuk ditutup jauh-jauh. Membiarkan The Conjuring saja yang muncul.

Secara keseluruhan, untuk sebuah film horor, ini adalah old school yang apik. Tapi kalau untuk Wan dan Whannell, jelas mereka harus lebih pintar lagi.


60%

Tidak ada komentar:

Posting Komentar