Minggu, 15 Desember 2013

[REVIEW]Open Grave (2013)


SINOPSIS - Seorang pria terbangun di sebuah kuburan terbuka berisi mayat-mayat. Ia pergi dari tempat itu dengan bantuan seorang wanita Asia yang tak bisa berbahasa Inggris. Mereka berkumpul di sebuah rumah bersama tiga orang lain yang tak mengingat apapun. Pada akhirnya, lewat serangkaian saksi-saksi bisu, mereka harus memecahkan siapa mereka sebenarnya, dimana mereka berada, dan mungkin... apakah mereka bisa tetap bertahan hidup atau tidak...


RATING
Rated R for Strong Violence, Disturbing Images and Language

REVIEW
Film mengenai retrograde amnesia (amnesia dimana satu orang tak bisa mengingat masa lalunya) rupanya banyak menjadi incaran sineas untuk membuat film yang inginnya mengejutkan. Contoh paling terkenal (dan saya belum nonton) adalah Buried yang sempat populer. Contoh dekat satu lagi yang sangat dekat dengan cerita film ini adalah Modus Anomali. Artinya, tinggal bagaimana sang sutradara meramu agar tontonan beginian tidak membuat kita cepat bosan. Betul?

Adegan pertama yang diberikan dengan zoom close up yang super dekat membuat saya agak-agak khawatir, maklum lagi-lagi nonton dadakan, cuma unduh torrent dan langsung mainkan. Saya kira film ini adalah film horor something yang berisi tentang hal-hal berbau R, makanya takut juga kalau lagi di zoom tiba-tiba bletak! Kepotong matanya. Rupanya film ini menjadi lebih serius, terutama semenjak kita diperkenalkan pada satu tokoh utama ini yang akhirnya bernama Jonah (eh? Apa sih? Ini duluan tahunya atau akhirnya? Lupa saya) yang juga sedang berkumpul bersama orang-orang lain yang tidak ingat juga mengenai asal-usul mereka. Satu-satunya kunci yang kita punya adalah seorang wanita Asia yang diperankan dengan apik oleh Jossie Ho. Ia menunjukkan lewat ekspresinya yang bingung dan ketakutan dengan baik.

Film berdurasi 102 menit ini mengalir lancar tanpa ditemukan hal baru. Satu hal adalah ada orang disuapin tinja, ada mayat diiket di pohon, ada mayat digantung di pohon, ada bapak-bapak keiket kawat besi. Sudah aneh-aneh saja film ini. Semua sajiannya gore, asyik, namun entah mengapa, saya merasakan ada suatu gap yang kurang mengena di hati saya ketika menonton antara adegan-adegan ini dengan penonton. Saya bingung, namun tetap berusaha mengikuti pencarian si Jonah (eh bukan, ternyata dia inget di ID card namanya John) sambil diam-diam. Saya menemukan jawabannya, mengapa film ini begitu plain.

Ia bingung sepertinya. Sama seperti penonton. Saya bingung, jujur saya bingung bukan karena twist yang pasti akan disodorkan, namun karena bingung mengapa film ini tidak punya tujuan? Oke, pembagian adegan antara di rumah tempat mereka stay dengan alam terbuka itu boleh, namun semuanya tidak sinkron. Pada akhirnya menurut saya, tidak ada penjelasan akhir hingga Lukas menjadi gendeng begitu. Tidak ada penjelasan. Saya pada akhirnya, ya sudah deh, tapi kan lama-lama kalau kejadian seperti ini diteruskan, kita jadi tidak bisa berkonsentrasi pada film karena dia sendiri meninggalkan poin-poin penting pada kita untuk menjelaskan sendiri.

Film berlanjut hingga mereka menemukan orang lain, yakni seorang anak kecil, wanita yang mata sebelahnya dicongkel dan gila (yang makan tinja itu lho), dan akhirnya nenek-nenek. Itu juga tidak menjadi fokus yang asyik ya, saya juga sampai bingung mau ngomongin apa nih sebenarnya. Adegan terus berlanjut hingga pada akhirnya kita mengetahui kenyataannya.
Kalau boleh jujur, saya enggak kaget sama sekali, karena saya langsung ingat sama Modus Anomalii. Pakai ciyus biar tahu maksud hati saya ini. Jadi, it doesn't work for me kayaknya. Tapi rupanya film ini tidak cukup sampai di situ, setelah mereka mulai mengingat jati diri mereka (yang dari dokter penyembuh virus jadi orang stres rupanya dekat ya) dan di situ mulai disuguhi drama-drama mengenai kejadian di masa lalu. 

Entah membedakan atau menyamakan, kita seperti ingin dikasih tahu bahwa ada tujuan yang lebih besar kepada penonton, tak sekadar mengetahui 5W+1H dari kenapa mereka bisa ada di tempat itu. Angka 18 yang diingat-ingat itu, tampak seperti antitesis dari The Mist. Yang mulai menjadi masalah adalah ketika orang-orang mulai bertindak gila dan psikotik dan aneh dan tidak nyambung dengan film. Mereka seperti tidak ingin menjelaskan satu-satu, tapi malah jadi nggak paham. Pada saat yang paling akhir, saya sebenarnya jadi lumayan terkejut, oh... bisa juga, dari dikira penjahat sampai jadi dokter penyelamat umat manusia.
Sepertinya saya tidak ingin menghakimi terlalu banyak tentang film ini. Film ini mempunyai muatan yang cukup keren, twisted, dan sang sutradara juga cukup baik dalam memberikan petunjuk demi petunjuk. Saya sudah dapat menebak apa yang terjadi beberapa belas menit sebelum dikasih tahu twist-nya di pertengahan film, yang tak menjadi dugaan saya adalah rentetan twist yang muncul setelahnya. Kita dibuat bimbang, sebenarnya kita ini mau di pihak siapa sih? Hanya saja hal itu tereksekusi dengan meninggalkan ceceran pertanyaan dimana-mana. 

Pada adegan paling akhir, saya baru merasa terpuaskan, terutama saat wanita Asia dan Jonah akhirnya berdiri di depan kubangan berisi lautan mayat manusia dibarengi dengan monolog Sharon yang meninggal di kubangan tempat Jonah muncul. Mereka seperti memulai sebuah sekuel yang mengasyikkan, sekuel yang harusnya dilabeli summer, action, gore, dan tentu saja.... dollar.
NB: Sayang, film ini tidak cukup terkenal. Iyakah?
65%

2 komentar:

  1. Kalau ini sudah ngeri, disarankan juga tonton Modus Anomali yang memiliki plot kurang lebih sama dengan film ini.

    BalasHapus